Jumat, 09 Maret 2012

Pengertian Learning Disability



a.       Menurut Wikipedia.org Learning Disability is a classification including several disorders in which a person has difficulty learning in a typical manner, usually caused by an unknown factor or factors. The unknown factor is the disorder that affects the brain's ability to receive and process information. This disorder can make it problematic for a person to learn as quickly or in the same way as someone who is not affected by a learning disability. People with a learning disability have trouble performing specific types of skills or completing tasks if left to figure things out by themselves or if taught in conventional ways.
b.      LD adalah klasifikasi termasuk beberapa gangguan di mana seseorang memiliki kesulitan belajar dengan cara yang khas, biasanya disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui atau faktor. Faktor yang tidak diketahui adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan otak untuk menerima dan memproses informasi. Gangguan ini dapat membuat masalah bagi seseorang untuk belajar dengan cepat atau dengan cara yang sama seperti seseorang yang tidak terpengaruh oleh ketidakmampuan belajar. Orang dengan ketidakmampuan belajar mengalami kesulitan melakukan jenis tertentu keterampilan atau menyelesaikan tugas-tugas jika dibiarkan untuk mencari hal-hal yang oleh mereka sendiri atau jika diajarkan dengan  cara konvensional.

c.       Tahun 1987, the National Joint Committe on Learning Disabilities (NJCLD) menetapkan bahwa “Hambatan Perkembangan Belajar” adalah suatu istilah umum yang berkenaan dengan hambatan pada kelompok heterogen yang benar-benar mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan kemampuan pendengaran, bicara, membaca, menulis, berfikir atau matematik. Selain konsep yang dijelaskan tersebut ada juga beberapa kasus yang termasuk hambatan perkembangan belajar, yaitu Hambatan Belajar Spesifik (Specific Learning Disabilities). Anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik adalah anak-anak yang mengalami hambatan satu/beberapa proses psikologis dasar, seperti: koordinasi motorik, sensori-persepsi, pemahaman/penggunaan bahasa, bicara, menulis atau kemampuan tidak sempurna dalam mendengar, berpikir, bicara, membaca, mengeja, dan mengerjakan hitungan matematik dan sebagainya.Sumber :http://diahseptilina.blogspot.com/2010/04/pengertian-hambatan-perkembangan.html)
d.      Learning disability / LD Yaitu suatu kondisi ketika anak secara nyata mengalami kesulitan didalam tugas – tugas akademik, baik yang disebabkan oleh adanya disfungsi ( gangguan / salah fungsi ) neurologist, psikologis, maupun sebab sebab lain, sehingga prestasi belajar rendah dan anak tersebut beresiko untuk tinggal kelas. Berdasarkan penilitan ditemukan anak anak yang mengalami kesulitan belajar, ternyata : 22% memiliki IQ tinggi, 25% berIQ normal, dan 52% berIQ rendah. Ada 2 jenis Learning disability / LD yaitu Academic skills disorders dan Language and speech disorders. Sumber: http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/learning-disability-ld

2.      Karakteristik anak Learning Disability:
a.       Faktor dominan yang melatarbelakangi
Ditinjau dari aspek neurologis ada kecenderungan bahwa kesulitan belajar yang dialami oleh kasus dilatarbelakangi oleh aspek motorik, baik kasar maupun halus. Dari data psikologis di atas juga terbukti bahwa kesulitan belajar yang dialami kasus juga bermuara pada adanya masalah atau gangguan dalam proses psikologis dasar, yaitu persepsi visual motor dan kurangnya konsentrasi. Gangguan dalam persepsi visual motor atau koordinasi mata tangan, dapat mengandung tiga makna sekaligus.
b.      Permasalahan bidang akademik
Berdasarkan masalah yang terjadi dalam masyarakat, ditemukan bahwa secara akademik masing-masing memiliki dua ciri-ciri yang menonjol sekaligus. Pertama, ciri-ciri sebagai siswa yang memiliki keunggulan intelektual, dan kedua ciri-ciri sebagai siswa yang mengalami kegagalan dalam belajar akademik. Masing-masing kasus dikenal sebagai anak yang sebenarnya pandai, memiliki pengetahuan umum yang luas, mudah dalam menangkap pelajaran, dan cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan, namun di sisi lain disamping dikenal memiliki kegagalan-kegagalan khusus dalam dalam membaca dan atau menulis, juga cenderung memiliki sikap-sikap belajar yang kurang mendukung upaya pencapaian prestasi yang baik. Seperti, malas, menyepelekan, cepat bosan, kurang memperhatikan pelajaran, semaunya, bahkan sikap penolakan. Akibatnya secara umum prestasinya rendah dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya.
Terdapat kecenderungan pula bahwa anak LD dalam aktivitas menulis tangan disertai dengan sikap-sikap tertentu, yaitu kaku, cara memegang alat tulis kurang tepat (ke bawah dan kurang kuat), tarikan garis mengambang/semi, lamban, sulit dikendalikan, tersendat-sendat, dan sebentar-sebentar berhenti. Semua ini diduga kuat sebagai manifestasi dari gangguan-gangguan yang berkaitan dengan aspek motorik halus, termasuk dispraxia, gangguan refleks babynsky, dan tremor. Sedangkan kecenderungan badan dan atau kepala mengikuti arah tarikan garis dan bertumpu, merupakan dampak dari adanya gangguan dalam keseimbangan.
Dalam hal menulis, gejala-gejala umum yang ditunjukkan adalah kekurangmampuan dalam keterampilan analisis bentuk huruf, struktural, dan keterbacaan. Kekurangterampilan dalam analisis bentuk huruf ditunjukkan dengan kegagalan dalam menuliskan bentuk-bentuk huruf tertentu secara sama dalam setiap kata. Dalam analisis struktural ditunjukkan dengan gejala penghilangan atau penggantian komponen huruf yang seharusnya ada dalam suatu kata. Sedangkan aspek keterbacaan ditunjukkan dengan gejala tulisan jelek, tidak beraturan, ketidakkonsistenan kualitas garis, bergerigi, terputus-putus, atau tersambung.
c.       Permasalahan psikologios dan sosial yang dihadapi
Secara psikologis masing-masing kasus memiliki kesenjangan yang cukup berarti antara kemampuan dalam aspek verbal dan performen seperti yang ditunjukkan dalam tes inteligensi. Disamping memiliki keunggulan-keunggulan tertentu sebagai pengaruh dari keunggulan intelektualnya, namun secara umum juga dihadapkan pada berbagai masalah antara lain: (1) kurang mampu menyesuaikan diri; (2) hiperaktif, ditunjukkan dengan perilakunya yang tidak bisa diam, sulit diatur, dan kurang pengendalian diri; (3) kehidupan emosinya labil, ditunjukkan dengan kehidupan perasaannya yang cenderung sensitif, mudah tersinggung, emosional, dan mudah frustrasi; (4) Kurang matang dalam mengambil keputusan yang ditunjukkan dengan sikapnya yang ingin menang sendiri, terburu-buru, kurang perhitungan, dan tidak sabaran, (5) kurang mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang relatif lama, (6) sikap bertahan, ditunjukkan dengan kecenderungan untuk menolak dengan berbagai alasan, dan (7) suka menghayalkan sesuatu. Munculnya masalah-masalah diduga kuat merupakan manifestasi dari adanya kesenjangan yang cukup lebar antara potensi yang dimiliki dengan kemampuan nyatanya yang terbatas akibat adanya gangguan dalam proses psikologis dasar dan motorik.
Sedangkan secara sosial ada kecenderungan bahwa masing-masing kasus kurang memiliki keterampilan sosial yang diperlukan dalam menjalin relasi sosial yang memuaskan dengan ingkungannya. Hal di atas ditunjukkan dari ketiga kasus yang cenderung menarik diri dari pergaulan sosial, pendiam, dan sikap-sikapnya yang kurang kooperatif atau kooperatif terbatas.
d.      Karakteristik anak LD (Disleksia) dalam film TaarZamen Par antara lain:
·         Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya
·         Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya essay
·         Huruf tertukar tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
·         Membaca lambat lambat dan terputus putus dan tidak tepat misalnya
·         Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
·         Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (”menulis” dibaca sebagai ”tulis”)
·         Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai
·         Tertukar tukar kata (misalnya: dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama)
·         Daya ingat jangka pendek yang buruk
·         Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar
·         Tulisan tangan yang buruk
·         Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
·         Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
·         Kesulitan dalam mengingat kata-kata
·         Kesulitan dalam  diskriminasi visual
·         Kesulitan dalam persepsi spatial
·         Kesulitan mengingat nama-nama
·         Kesulitan / lambat mengerjakan PR
·         Kesulitan memahami konsep waktu
·         Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
·         Memiliki ketertarikan terhadap hal sepele maupun hal kecil
·         Tidak dapat memperkirakan jarak
·         Tidak bisa menahan emosi
·         Tidak dapat mengikuti perkembangan anak lain yang sesuai dengan umurnya
·         Tidak dapat mematuhi perintah dalam bentuk lisan
·         Memiliki daya imajinasi atau daya khayal yang tinggi
·         Tidak bisa memakai dasi, mengancingkan baju, menalikan sepatu
·         Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
·         Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari hari
·         Kesulitan membedakan kanan kiri
·         Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
·         Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
·         Kesulitan mengeja
·         Membaca sangat lambat dan melelahkan
·         Tulisan tangan berantakan
·         Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)

3.      Metode Pembelajaran dan Layanan Pendidikan bagi anak Learning Disability:
Dalam proses pendidikan formal, anak disleksia (sebutan umum bagi anak berkesulitan belajar membaca secara khusus) ini banyak ditemui di sekolah reguler (SD), terutama di kelas I, 2 dan 3. Meskipun demikian jumlah pasti anak disleksia di Indonesia khususnya di Jawa Barat belum dapat dipastikan (Sunardi dan Sugiarmin, M., 2001). Prevalensi tentang jumlah siswa yang mengalami kesulitan belajar pada setiap kelas belum bisa diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan 2-10% (Somad, P., 2002:40). Anak berkesulitan belajar keberadaanya sering dianggap sebagai siswa yang berprestasi rendah (underachivers) umumnya kita temui di sekolah reguler (Delphie, B, 2006 :24). Anak disleksia banyak ditemui di sekolah reguler karena kelainan yang mereka miliki tidak kasat mata sehingga mereka bisa diterima di sekolah reguler. Akibatnya keberadaan mereka sering tidak disadari oleh lingkungannya, terutama oleh guru.
a.       Membaca
Menangani anak disleksia yang memiliki kesulitan membaca teknis (sering terbalik-balik –ibu menjadi ubi-, bingung dengan huruf yang bentuknya mirip, kehilangan jejak saat membaca), bisa diatasi dengan cara:
1.      Memulai dari hal yang sudah dikuasai anak. Misalnya mulai dari pengenalan huruf, suku kata, kata yang terdiri dari dua suku kata, dan seterusnya.
2.      Metode dikte. Guru atau orang tuamendiktekan kata atau kalimat, lalu anak menuliskannya. Hal ini juga bisa dilakukan terbalik yaitu anak yang mendiktekan kemudian ditulis oleh orang lain, lalu ia diminta membacakannya kembali.
3.      Membaca wacana dan menjawab pertanyaan tentang wacana tersebut. Sumbernya bisa berupa buku cerita bergambar, cerita tanpa gambar, atau membaca bersama dan perlahan-lahan anak dibiarkan mendominasi bacaan.
4.      Membedakan b dan d dengan bantuan ibu jari kiri dan kanan.
5.      Membuat huruf dengan lilin.
6.      Banyak diberikan tugas yang melatih rangsang visualnya.
7.      Saat di kelas, anak disleksia diberi giliran membaca paling akhir agar bisa mendengarkan teman-temannya terlebih dahulu.
8.      Usahakan saat ujian, tulisan untuk anak disleksia diperbesar.
9.      Guru membantu anak disleksia untuk membaca soal saat ujian yang dikurangi secara bertahap sesuai kemampuan anak.
10.  Pengurangan jumlah soal ujian.
Anak disleksia juga dapat memiliki kesulitan memahami bacaan, biasanya karena ia mengalami gangguan berpikir konsep. Bisa juga ia kurang memahami kata demi kata dalam bacaan tersebut. Apa yang bisa dilakukan?
1.      Memberikan bantuan gambar pada saat menjelaskan sebuah konsep
2.      Pemetaan pikiran (mind mapping) agar anak bisa memperoleh gambaran umum tentang suatu konsep sebelum mulai belajar.
3.      Sebelum membaca sebuah cerita, dengan melihat judulnya biasakan anak untuk bertanya apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana.
4.      Menjelaskan langsung. Bila anak mengalami suatu kejadian, misalnya berkelahi dengan teman, jelaskan secara langsung sebab akibatnya.
b.      Menulis
Beberapa anak disleksi memiliki tulisan yang jelek karena kontrol motoriknya kurang baik. Strategi yang bisa dilakukan antara lain:
1.      Latihan menulis halus, berupa pola atAupun kalimat. Latihan bisa dilakukan sebagai hukuman atau saat anak sedang santai.
2.      Menghubungkan titik dengan titik untuk melatih kemampuan motorik halusnya.
3.      Menggunakan pencil grip
4.      Menggunakan pensil yang tebal (misalnya pensil 2B) pada anak yang tekanannya terlalu lemah dan pensil yang tipis (pensil H) pada anak yang tekanan pada kertasnya terlalu kuat.
c.       Memahami urutan
Sebagian anak disleksia sulit mengingat urutan hari dalam satu minggu atau bulan dalam satu tahun. Mereka juga sulit mengingat deretan angka. Apa yang bisa dilakukan?
1.      Mintalah ia menceritakan kembali secara runtut sebuah cerita yang baru saja diterangkan padanya atau film pendek yang baru ditontonnya, atau kejadian yang baru dialaminya.
2.      Lakukan permainan yang melatih memampuannya mengurutkan, misalnya menyusun angka, kalimat, dan sebagainya.
d.      Memahami orientasi
Anak disleksia juga sering kali ragu tentang orientasi ruang seperti kanan-kiri, depan-belakang, ataupun atas-bawah. Bahkan ada yang tidak mengerti waktu atau tempat di mana mereka berada. Bagaimana meningkatkan kemampuan orientasinya?
1.      Permainan baris berbaris
2.      Bila anak benar-benar bingung mana kanan dan kiri, berilah tanda seperti gelang pada salah satu tangannya.
3.      ngatkan ia setiap hari tentang tanggal ataupun hari saat ini.
4.      Lakukan permainan yang melatih kemampuan orientasinya, misalnya “Pegang telinga kiri dengan tangan kananmu!”
e.       Memahami angka
           Ada pula anak disleksia yang sulit memahami matematika, biasanya karena kurangnya kemampuan bahasa, mengurutkan, dan memahami simbol. Terkadang, mereka juga sulit menghitung mundur dan salah menempatkan angka. Gunakan kertas berpetak untuk melakukan penjumlahan atau pengurangan, dan permudah lambang-lambang yang sulit misalnya simbol < atau > dilambangkan seperti mulut buaya, katakan mulut buaya selalu menghadap ke angka yang lebih besar.

4.      Hal-hal yang perlu dikuasai guru bagi anak Learning Disability:
a.       Guru harus paling awal mengetahui hambatan belajar yang diderita anak sejak dini
b.      Guru harus mengetahui problem-problem yang dialami anak saat belajar
c.       Guru harus mengerti potensi lain yang dimiliki anak, yang sekiranya dapat menunjang prestasi anak
d.      Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
e.       Guru senantiasa mengawasi/ mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50.
f.       Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
g.      Anak disleksia yang sudah menunjukkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup
h.      Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja.
i.        Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara tersebut sukar diterima oleh sang anak.
j.        Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
Sumber:
http://Kompas.com/ Taare Zameen Par  Memahami Dengan Hati.

Tidak ada komentar: