a. Menurut
Wikipedia.org Learning Disability is a classification including several
disorders in which a person has difficulty learning in a typical manner,
usually caused by an unknown factor or factors. The unknown factor is the
disorder that affects the brain's ability to receive and process
information. This disorder can make it problematic for a person to learn as
quickly or in the same way as someone who is not affected by a learning disability.
People with a learning disability have trouble performing specific types of
skills or completing tasks if left to figure things out by themselves or if
taught in conventional ways.
b. LD
adalah klasifikasi termasuk beberapa gangguan di mana seseorang memiliki
kesulitan belajar dengan cara yang khas, biasanya disebabkan oleh faktor yang
tidak diketahui atau faktor. Faktor yang tidak diketahui adalah gangguan yang
mempengaruhi kemampuan otak untuk menerima dan memproses informasi. Gangguan
ini dapat membuat masalah bagi seseorang untuk belajar dengan cepat atau dengan
cara yang sama seperti seseorang yang tidak terpengaruh oleh ketidakmampuan
belajar. Orang dengan ketidakmampuan belajar mengalami kesulitan melakukan
jenis tertentu keterampilan atau menyelesaikan tugas-tugas jika dibiarkan untuk
mencari hal-hal yang oleh mereka sendiri atau jika diajarkan dengan cara konvensional.
c. Tahun
1987, the National Joint Committe on Learning Disabilities (NJCLD) menetapkan
bahwa “Hambatan Perkembangan Belajar” adalah suatu istilah umum yang berkenaan
dengan hambatan pada kelompok heterogen yang benar-benar mengalami kesulitan
dalam memahami dan menggunakan kemampuan pendengaran, bicara, membaca, menulis,
berfikir atau matematik. Selain konsep yang dijelaskan tersebut ada juga
beberapa kasus yang termasuk hambatan perkembangan belajar, yaitu Hambatan
Belajar Spesifik (Specific Learning Disabilities). Anak-anak dengan kesulitan
belajar spesifik adalah anak-anak yang mengalami hambatan satu/beberapa proses
psikologis dasar, seperti: koordinasi motorik, sensori-persepsi,
pemahaman/penggunaan bahasa, bicara, menulis atau kemampuan tidak sempurna
dalam mendengar, berpikir, bicara, membaca, mengeja, dan mengerjakan hitungan
matematik dan sebagainya.Sumber :http://diahseptilina.blogspot.com/2010/04/pengertian-hambatan-perkembangan.html)
d. Learning
disability / LD Yaitu suatu kondisi ketika anak secara nyata mengalami
kesulitan didalam tugas – tugas akademik, baik yang disebabkan oleh adanya
disfungsi ( gangguan / salah fungsi ) neurologist, psikologis, maupun sebab
sebab lain, sehingga prestasi belajar rendah dan anak tersebut beresiko untuk
tinggal kelas. Berdasarkan penilitan ditemukan anak anak yang mengalami
kesulitan belajar, ternyata : 22% memiliki IQ tinggi, 25% berIQ normal, dan 52%
berIQ rendah. Ada 2 jenis Learning disability / LD yaitu Academic skills
disorders dan Language and speech disorders. Sumber: http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/learning-disability-ld
2.
Karakteristik
anak Learning Disability:
a.
Faktor dominan yang
melatarbelakangi
Ditinjau dari aspek neurologis ada kecenderungan bahwa
kesulitan belajar yang dialami oleh kasus dilatarbelakangi oleh aspek motorik,
baik kasar maupun halus. Dari data psikologis di atas juga terbukti bahwa
kesulitan belajar yang dialami kasus juga bermuara pada adanya masalah atau
gangguan dalam proses psikologis dasar, yaitu persepsi visual motor dan
kurangnya konsentrasi. Gangguan dalam persepsi visual motor atau koordinasi
mata tangan, dapat mengandung tiga makna sekaligus.
b.
Permasalahan bidang akademik
Berdasarkan masalah yang terjadi dalam masyarakat, ditemukan bahwa secara
akademik masing-masing memiliki dua ciri-ciri yang menonjol sekaligus. Pertama,
ciri-ciri sebagai siswa yang memiliki keunggulan intelektual, dan kedua
ciri-ciri sebagai siswa yang mengalami kegagalan dalam belajar akademik.
Masing-masing kasus dikenal sebagai anak yang sebenarnya pandai, memiliki
pengetahuan umum yang luas, mudah dalam menangkap pelajaran, dan cepat dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan, namun di sisi lain disamping
dikenal memiliki kegagalan-kegagalan khusus dalam dalam membaca dan atau
menulis, juga cenderung memiliki sikap-sikap belajar yang kurang mendukung
upaya pencapaian prestasi yang baik. Seperti, malas, menyepelekan, cepat bosan,
kurang memperhatikan pelajaran, semaunya, bahkan sikap penolakan. Akibatnya secara
umum prestasinya rendah dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya.
Terdapat kecenderungan pula bahwa anak LD dalam aktivitas menulis tangan
disertai dengan sikap-sikap tertentu, yaitu kaku, cara memegang alat tulis
kurang tepat (ke bawah dan kurang kuat), tarikan garis mengambang/semi, lamban,
sulit dikendalikan, tersendat-sendat, dan sebentar-sebentar berhenti. Semua ini
diduga kuat sebagai manifestasi dari gangguan-gangguan yang berkaitan dengan
aspek motorik halus, termasuk dispraxia, gangguan refleks babynsky, dan tremor.
Sedangkan kecenderungan badan dan atau kepala mengikuti arah tarikan garis dan
bertumpu, merupakan dampak dari adanya gangguan dalam keseimbangan.
Dalam hal menulis, gejala-gejala umum yang ditunjukkan adalah
kekurangmampuan dalam keterampilan analisis bentuk huruf, struktural, dan
keterbacaan. Kekurangterampilan dalam analisis bentuk huruf ditunjukkan dengan
kegagalan dalam menuliskan bentuk-bentuk huruf tertentu secara sama dalam
setiap kata. Dalam analisis struktural ditunjukkan dengan gejala penghilangan
atau penggantian komponen huruf yang seharusnya ada dalam suatu kata. Sedangkan
aspek keterbacaan ditunjukkan dengan gejala tulisan jelek, tidak beraturan,
ketidakkonsistenan kualitas garis, bergerigi, terputus-putus, atau tersambung.
c.
Permasalahan psikologios dan
sosial yang dihadapi
Secara psikologis masing-masing kasus memiliki kesenjangan yang cukup
berarti antara kemampuan dalam aspek verbal dan performen seperti yang
ditunjukkan dalam tes inteligensi. Disamping memiliki keunggulan-keunggulan
tertentu sebagai pengaruh dari keunggulan intelektualnya, namun secara umum
juga dihadapkan pada berbagai masalah antara lain: (1) kurang mampu
menyesuaikan diri; (2) hiperaktif, ditunjukkan dengan perilakunya yang tidak
bisa diam, sulit diatur, dan kurang pengendalian diri; (3) kehidupan emosinya
labil, ditunjukkan dengan kehidupan perasaannya yang cenderung sensitif, mudah
tersinggung, emosional, dan mudah frustrasi; (4) Kurang matang dalam mengambil
keputusan yang ditunjukkan dengan sikapnya yang ingin menang sendiri,
terburu-buru, kurang perhitungan, dan tidak sabaran, (5) kurang mampu
memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang relatif lama, (6) sikap bertahan,
ditunjukkan dengan kecenderungan untuk menolak dengan berbagai alasan, dan (7)
suka menghayalkan sesuatu. Munculnya masalah-masalah diduga kuat merupakan
manifestasi dari adanya kesenjangan yang cukup lebar antara potensi yang
dimiliki dengan kemampuan nyatanya yang terbatas akibat adanya gangguan dalam
proses psikologis dasar dan motorik.
Sedangkan secara sosial ada kecenderungan bahwa masing-masing kasus kurang
memiliki keterampilan sosial yang diperlukan dalam menjalin relasi sosial yang
memuaskan dengan ingkungannya. Hal di atas ditunjukkan dari ketiga kasus yang
cenderung menarik diri dari pergaulan sosial, pendiam, dan sikap-sikapnya yang
kurang kooperatif atau kooperatif terbatas.
d. Karakteristik
anak LD (Disleksia) dalam film TaarZamen Par antara lain:
·
Kesulitan mengenali huruf atau
mengejanya
·
Kesulitan membuat pekerjaan tertulis
secara terstruktur misalnya essay
·
Huruf tertukar tukar, misal ’b’
tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
·
Membaca lambat lambat dan terputus
putus dan tidak tepat misalnya
·
Menghilangkan atau salah baca kata
penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
·
Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca
(”menulis” dibaca sebagai ”tulis”)
·
Tidak dapat membaca ataupun membunyikan
perkataan yang tidak pernah dijumpai
·
Tertukar tukar kata (misalnya: dia-ada,
sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama)
·
Daya ingat jangka pendek yang buruk
·
Kesulitan memahami kalimat yang dibaca
ataupun yang didengar
·
Tulisan tangan yang buruk
·
Mengalami kesulitan mempelajari tulisan
sambung
·
Ketika mendengarkan sesuatu, rentang
perhatiannya pendek
·
Kesulitan dalam mengingat kata-kata
·
Kesulitan dalam diskriminasi
visual
·
Kesulitan dalam persepsi spatial
·
Kesulitan mengingat nama-nama
·
Kesulitan / lambat mengerjakan PR
·
Kesulitan memahami konsep waktu
·
Kesulitan membedakan huruf vokal dengan
konsonan
·
Memiliki ketertarikan terhadap hal
sepele maupun hal kecil
·
Tidak dapat memperkirakan jarak
·
Tidak bisa menahan emosi
·
Tidak dapat mengikuti perkembangan anak
lain yang sesuai dengan umurnya
·
Tidak dapat mematuhi perintah dalam
bentuk lisan
·
Memiliki daya imajinasi atau daya
khayal yang tinggi
·
Tidak bisa memakai dasi, mengancingkan
baju, menalikan sepatu
·
Kebingungan atas konsep alfabet dan
simbol
·
Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas
sehari hari
·
Kesulitan membedakan kanan kiri
·
Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan
ganda
·
Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu
yang ditentukan
·
Kesulitan mengeja
·
Membaca sangat lambat dan melelahkan
·
Tulisan tangan berantakan
·
Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai
bahasa kedua)
3.
Metode
Pembelajaran dan Layanan Pendidikan bagi anak Learning Disability:
Dalam proses pendidikan formal, anak disleksia (sebutan umum
bagi anak berkesulitan belajar membaca secara khusus) ini banyak ditemui di
sekolah reguler (SD), terutama di kelas I, 2 dan 3. Meskipun demikian jumlah
pasti anak disleksia di Indonesia khususnya di Jawa Barat belum dapat dipastikan
(Sunardi dan Sugiarmin, M., 2001). Prevalensi tentang jumlah siswa yang
mengalami kesulitan belajar pada setiap kelas belum bisa diketahui secara
pasti, tetapi diperkirakan 2-10% (Somad, P., 2002:40). Anak berkesulitan
belajar keberadaanya sering dianggap sebagai siswa yang berprestasi rendah (underachivers)
umumnya kita temui di sekolah reguler (Delphie, B, 2006 :24). Anak disleksia
banyak ditemui di sekolah reguler karena kelainan yang mereka miliki tidak
kasat mata sehingga mereka bisa diterima di sekolah reguler. Akibatnya
keberadaan mereka sering tidak disadari oleh lingkungannya, terutama oleh guru.
a. Membaca
Menangani anak
disleksia yang memiliki kesulitan membaca teknis (sering terbalik-balik –ibu
menjadi ubi-, bingung dengan huruf yang bentuknya mirip, kehilangan jejak saat
membaca), bisa diatasi dengan cara:
1. Memulai dari
hal yang sudah dikuasai anak. Misalnya mulai dari pengenalan huruf, suku kata,
kata yang terdiri dari dua suku kata, dan seterusnya.
2. Metode dikte.
Guru atau orang tuamendiktekan kata atau kalimat, lalu anak menuliskannya. Hal
ini juga bisa dilakukan terbalik yaitu anak yang mendiktekan kemudian ditulis
oleh orang lain, lalu ia diminta membacakannya kembali.
3. Membaca wacana
dan menjawab pertanyaan tentang wacana tersebut. Sumbernya bisa berupa buku
cerita bergambar, cerita tanpa gambar, atau membaca bersama dan perlahan-lahan
anak dibiarkan mendominasi bacaan.
4. Membedakan b
dan d dengan bantuan ibu jari kiri dan kanan.
5. Membuat huruf
dengan lilin.
6. Banyak
diberikan tugas yang melatih rangsang visualnya.
7. Saat di kelas,
anak disleksia diberi giliran membaca paling akhir agar bisa mendengarkan
teman-temannya terlebih dahulu.
8. Usahakan saat
ujian, tulisan untuk anak disleksia diperbesar.
9.
Guru membantu anak disleksia untuk membaca soal saat
ujian yang dikurangi secara bertahap sesuai kemampuan anak.
10. Pengurangan
jumlah soal ujian.
Anak disleksia
juga dapat memiliki kesulitan memahami bacaan, biasanya karena ia mengalami
gangguan berpikir konsep. Bisa juga ia kurang memahami kata demi kata dalam bacaan
tersebut. Apa yang bisa dilakukan?
1. Memberikan
bantuan gambar pada saat menjelaskan sebuah konsep
2. Pemetaan
pikiran (mind mapping) agar anak bisa memperoleh gambaran umum tentang suatu
konsep sebelum mulai belajar.
3. Sebelum membaca
sebuah cerita, dengan melihat judulnya biasakan anak untuk bertanya apa, siapa,
di mana, kapan, mengapa, bagaimana.
4. Menjelaskan
langsung. Bila anak mengalami suatu kejadian, misalnya berkelahi dengan teman,
jelaskan secara langsung sebab akibatnya.
b.
Menulis
Beberapa anak disleksi memiliki tulisan yang jelek karena kontrol
motoriknya kurang baik. Strategi yang bisa dilakukan antara lain:
1. Latihan menulis
halus, berupa pola atAupun kalimat. Latihan bisa dilakukan sebagai hukuman atau
saat anak sedang santai.
2.
Menghubungkan titik dengan titik untuk melatih
kemampuan motorik halusnya.
3.
Menggunakan pencil grip
4.
Menggunakan pensil yang tebal (misalnya pensil 2B)
pada anak yang tekanannya terlalu lemah dan pensil yang tipis (pensil H) pada
anak yang tekanan pada kertasnya terlalu kuat.
c.
Memahami urutan
Sebagian anak disleksia sulit mengingat urutan hari
dalam satu minggu atau bulan dalam satu tahun. Mereka juga sulit mengingat
deretan angka. Apa yang bisa dilakukan?
1. Mintalah ia
menceritakan kembali secara runtut sebuah cerita yang baru saja diterangkan
padanya atau film pendek yang baru ditontonnya, atau kejadian yang baru
dialaminya.
2. Lakukan
permainan yang melatih memampuannya mengurutkan, misalnya menyusun angka,
kalimat, dan sebagainya.
d.
Memahami orientasi
Anak disleksia juga sering kali ragu tentang orientasi
ruang seperti kanan-kiri, depan-belakang, ataupun atas-bawah. Bahkan ada yang
tidak mengerti waktu atau tempat di mana mereka berada. Bagaimana meningkatkan
kemampuan orientasinya?
1.
Permainan baris berbaris
2.
Bila anak benar-benar bingung mana kanan dan kiri,
berilah tanda seperti gelang pada salah satu tangannya.
3.
ngatkan ia setiap hari tentang tanggal ataupun hari
saat ini.
4.
Lakukan permainan yang melatih kemampuan orientasinya,
misalnya “Pegang telinga kiri dengan tangan kananmu!”
e.
Memahami angka
Ada pula anak
disleksia yang sulit memahami matematika, biasanya karena kurangnya kemampuan
bahasa, mengurutkan, dan memahami simbol. Terkadang, mereka juga sulit
menghitung mundur dan salah menempatkan angka. Gunakan kertas berpetak untuk melakukan
penjumlahan atau pengurangan, dan permudah lambang-lambang yang sulit misalnya
simbol < atau > dilambangkan seperti mulut buaya, katakan mulut buaya
selalu menghadap ke angka yang lebih besar.
4.
Hal-hal
yang perlu dikuasai guru bagi anak Learning Disability:
a. Guru
harus paling awal mengetahui hambatan belajar yang diderita anak sejak dini
b. Guru
harus mengetahui problem-problem yang dialami anak saat belajar
c. Guru
harus mengerti potensi lain yang dimiliki anak, yang sekiranya dapat menunjang
prestasi anak
d. Adanya
komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan
guru
e. Guru senantiasa
mengawasi/ mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka
halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya
halaman 50.
f. Guru dapat
memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis
sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru
dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
g. Anak disleksia
yang sudah menunjukkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan
penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu
istirahat yang cukup
h. Melatih anak
menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya.
Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama
misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis
huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja.
i.
Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang
berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka
lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu
menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan
suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara
penyelesaian yang klasik jika cara tersebut sukar diterima oleh sang anak.
j.
Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat
sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding
teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk
lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan”
yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan
”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Orang tua dan guru seyogyanya
adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan
motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia.
Jangan sekali sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan
saudaranya yang tidak disleksia.
Sumber:
http://Kompas.com/ Taare Zameen Par Memahami Dengan Hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar