Senin, 30 Juli 2012

SOAL DAN JAWABAN UJIAN AKHIR ARTIKULASI



1.      Komponen utama dalam pembentukan artikulasi, yaitu :
a.       Udara yaitu udara yang dialirkan keluar dari paru-paru.
b.      Organ artikulasi / artikulator yaitu bagian dari alat ucap yang digesekkan untuk menghasilkan suatu bunyi. Bagian artikulator meliputi bibir (labium), gigi atas dan bawah (dental), kaki gigi atas dan bawah (alveulum), langit-langit keras (palatum), langit-langit lembut (velum), anak tekak (uvula), rongga hidung, lidah, rahang bawah (os mandibularis), pangkal tenggorok dan pita zxcvbnm/suara.
c.       Titik artikulasi yaitu bagian dari alat ucap yang menjadi tujuan seutuh dari artikulator.
2.      Proses pembentukan vokal i dan o serta konsonan r dan k
a.       Pembentukan vokal i diucapkan dengan gigi agak tertutup, jarak antara  dua gigi kira-kira (½) cm, ujunglidah agak terangkat, anak tekak (uvula) ditarik ke belakang menutup jalan udara ke rongga hidung, kemudian pita suara agak merapat sesamanya, sehingga udara yang keluar dari paru-paru membuatnya bergetar.
b.      Pembentukan vokal o diucapkan dengan posisi mulut terbuka, bibir dibulatkan, lebih besar dari posisi untuk bunyi u (bibir dimoncongkan, lubang bundaran bibir kira-kira bisa dimasuki jari kelingking), lidah bagian belakang diangkat sedikit, kemudian anak tekak (uvula) ditarik ke belakang menutup jalan udara ke rongga hidung, kemudian pita suara agak merapat sesamanya, sehingga udara yang keluar dari paru-paru membuatnya bergetar.
c.       Pembentukan konsonan r yaitu lidah diangkat tidk tegang, ujung lidah menyentuh lengkung kaki gigi atas, pinggir lidah menyentuh geraham, gigi atas dan bawah berjarak kira-kira 1 cm. Langit-langit lembut diangkat. Udara hembusan napas diarahkan pada ujung lidah terjadilah getaran pada ujung lidah.
d.      Pembentukan konsonan k melalui beberapa tahp yaitu ujung lidah bagian belakang menekan langit-langit lembut sehingga aliran udara terhambat pada pangkal lidah. Ujung lidah terletak didasar mulut dan menyentuh kaki gigi bawah. Pinggir lidah mengenai geraham, mulut terbuka, dan gigi atas. Jika hambatan udara secara tiba-tiba ditiadakan di langit-langit lembut terangkat, terjadilah letupan dan terbentuklah konsonan k.
3.      Fasilitas utama dalam pembinaan artikulasi meliputi :
a.       Ruang bina wicara maupun ruang kelas merupakan ruangan yang digunakan untuk melaksanakan latihan auditori verbal secara individual. Tidak jauh berbeda dengan ruang BPBI, ruang bina wicara juga harus dilengkapi dengan berbagai peralatan yang digunakan dalam pelatihan wicara anak. Ruang bina wicara juga harus kedap suara, cukup terang dan sirkulasi udara bagus agar anak tidak merasa tertekan di dalam ruang tersebut.
b.      Alat-alat sederhana
Ø  Cermin digunakan sebagai alat bantu bagi anak tunarungu dalam belajar mengucapkan sesuatu dengan artikulasi yang baik. Dengan menggunakan cermin, artikulator dapat mengontrol gerakan-gerakan yang tidak tepat dari anak tunarungu, sehingga mereka menjadi sadar dalam mengucapkan konsonan, vokal, kata-kata atau kalimat secara benar.
Ø  Bola pingpong, kertas tipis, pipa sedotan, lilin dan kapas yang dapat digunakan pada pelatihan pernafasan.
Ø  Spatel untuk membetulkan posisi lidah dari ucapan-ucapan yang salah, sehingga posisi lidah pada tempatnya. Selain itu, perlunya gambar-gambar dan pias-pias kartu identifikasi, daftar istilah atau kata-kata.
c.       Alat-alat modern
Ø  Alat bantu mendengar (hearing aid). Dengan mempergunakan alat bantu dengar (hearing aid) perorangan dan alat bantu dengan (group hearing aid) kelompok, anak-anak tunarungu diberikan latihan mendengar. Cara pemakaian pasang kabel yang berfungsi membawa sinyal suara yang diterima dari mikrofon dan telah diperkuat oleh amplifier. Isi pengisi daya menggunakan baterai. Arahkan pada pengaturan N, pasang kabel pada earphone pada telinga anak kemudian atur kerasnya suara sesuai kebutuhan anak dengan menggeser frekuensi.
Ø  Alat bantu wicara (speech trainer). Speech trainer ialah sebuah alat elektronik terdiri dari amplifier, headphone dan mickrophone. Gunanya untuk memberikan latihan bicara individual. Speech trainer digunakan dengan merekam suara anak sendiri, kemudian didengar oleh anak agar anak dapat mengkoreksi kesalahan ucap anak.
Ø  Audiometer yaitu alat penelitian yang dapat mengukur segala aspek dari pendengaran seseorang. Dengan audiometer dapat dibuat sebuah audigram yang dapat memberitahukan angka dari sisa pendengaran anak. Cara menggunakan audiometer pertama putarlah switch power untuk menyalakan audiometer. Atur tombol hearing level dimulai dari 0 dB apabila anak belum mendengar suara, tingkatkan pada 10 dB dan seterusnya hingga anak mendengar suara  dari tombol stimulasi yang ditekan. Namun, harus diperhatikan bahwa urutan frekuensi dimulai dari 1000 Hz, 500 Hz, 250 Hz, 1000 Hz, 1500 Hz, 2000 Hz, dan 400 Hz. Jika pengetesan pada salah satu telinga selesai, lakukan pada telinga satunya. Catat hasil pengetesan pada diagram audiogram.
4.      Bentuk-bentuk kesalahan artikulasi yang dialami ABK kelas rendah
a.       B diucapkan P
Cara memperbaiki pinta anak untuk tidak tegang saat mengucapkan p, pakailah jari telunjuk dan ibu jari model gerakan bibir, tirukan oleh anak, praktekkan dengan bibirnya. Bedakan pada saat mengucapkan p otot bibir tegang. (lakukan dengan jari agar dapat membedakannya).  Rasakan getaran pada mulut, leher dan dada saat mengucapkan b dan p tidak ada getaran.
b.      F diucapkan P
Cara memperbaikinya ajaklah anak mengamati posisi bibir saat mengucapkan f dan bedakan saat mengucapkan p. Bedakan udara geseran saat mengucapkan f dan p.
c.       T diucapkan D
Kesalahan ini karena ujung lidah terlalu kebelakang dan bersuara. Guru memberitahukan fonem yang diucapkan d bukan t, tuliskan apa yang diucapkan anak. Beri contoh posisi lidah waktu mengucapkan t. Amati dengan waktu mengucapkan d. 

RESUME MATERI DASAR-DASAR PENDIDIKAN SENI, BUDAYA DAN KETERAMPILAN

1.      Prinsip Pembelajaran Seni, Budaya dan Keterampilan bagi ABK
Pembelajaran seni, budaya dan keterampilan bagi ABK lebih difokuskan pada pembelajaran keterampilan kematangan menolong diri atau keterampilan hidup sehari-hari dan akademik fungsional. Keterampilan bagi ABK berupa keterampilan binadiri, keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minat anak dan bersifat vocasional, keterampilan fungsional, kecakapan hidup, keterampilan sosial, dan keteramilan berkarya atau olah karya. Pembelajaran DSBK bagi ABK juga harus memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotor, dimana jika berkembang anak akan memiliki kemampuan dalam mengolah fungsi pikir, sehingga guru harus pandai dalam memodifikasi kurikulum sesuai dengan kondisi anak.
Keterampilan bagi ABK erat kaitannya dengan life skill. Life skill merupakan kecakapan yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk mencapai kemandirian hidup, dikembangkan melalui pembiasaan dan membuat individu dapat mencapai keberhasilan hidup. Konsep life skill dalam sistem persekolahan meliputi kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Keterampilan hidup dimulai sejak bayi, usia anak, pra-remaja, remaja, pasca remaja dan lansia.
Hal yang membedakan antara anak normal dengan ABK berupa kemampuannya, orientasi kebutuhan, dan kemandirian. Hal ini terjadi karena manusia hidup untuk melayani dirinya sendiri dan juga untuk melayani orang lain. pembelajaran ABK harus mengembangkan pengetahuan yang komprehensif untuk kehidupan, terampil menerapkan pengalaman belajar dalam kehidupan nyata, serta mampu bersikap yang mencerminkan tata aturan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan kemampuannya. Pembelajaran keterampilan ABK juga harus memperhatikan dua faktor antara lain potensi yang dimiliki anak, kemampuan anak sesuai dengan kondisinya, yang keduanya dapat diketahui setelah melakukan asesmen. Asesmen ini dilakukan dengan memperhatikan kecerdasan anak, keadaan sensomotorik anak, bakat dan minat anak. Kebutuhan pembelajaran ABK berdasarkan pengalaman konkret, pengalaman memadukan dan kebutuhan akan berbuat dan bekerja dalam belajar. Selain itu, perlu diketahui bahwa dalam pembelajaran DSBK, anak memiliki keterbatasan dalam konsep dan keanekaragaman pengalaman baru, keterbatasan dalam interaksi dengan lingkungan, keterbatasan mobilitas dan keterbatasan dalam memproses informasi.
2.      Analisa Tugas
Dalam pembelajaran keterampilan ABK, perlu adanya analisis tugas untuk mempermudah anak memahami serta melakukan keterampilan sesuai tahapannya. Analisa tugas merupakan langkah-langkah menyelesaikan kegiatan secara rinci. Merupakan proses menganalisis dan menggambarkan bagaimana manusia melaksanakan tugas dengan dapat mempertanggungjawabkan atas pekerjaannya, dpat menjelaskan apa saja yang dilakukan serta peralatan-peralatan yang digunakan serta hal-hal yang perlu diketahui dalam suatu analisis. Analisis tugas haruslah sistematis, prosedural, rinci praktis dan spesifik. Analisis tugas dimulai dari yang sederhana, mudah dan tidak membahayakan. Langkah dalam membuat analisis kerja dimulai dari menentukan tujua keterampilan, membuat analisa tugas, membuat evaluasi, menentukan tujuan yang lebih spesifik, dan mengatuf strategi.
3.      Strategi Pembelajaran Keterampilan
Strategi dalam pembelajaran keterampilan pada ABK pertama, haruslah merupakan kegiatan dan bahan ajar yang menyatu dengan anak, materi juga merupakan hal-hal yang dimiliki anak dan dikembangkan melalui belajar. Kedua, hand of experiences atau siswa melakukan sendiri dengan tangannya dengan kaa lain anak melakukan secara langsung dengan metode praktik. Ketiga, penetapan bahan ajar. SD kelas bawah hanya merupakan tahap pengenalan,SD kelas atas berupa keterampilan dasar untuk melatih proses dan menghasilkan karya sederhana. Sekolah menengah mengarah pada keterampilan pra vokasional, serta pada tingkat pasca sekolah tingkat latihan berada di tingkat terampil dan mahir. Keempat, pendekatan pembelajaran berupa pendekatan pembelajaran keterampilan terpadu, dan pendekatan proses. Kelima, asas pembelajaran yang menyangkut motivasi, potensi, suasana dan pengelolaan kelas. Selain itu, perlunya skenario dalam pembelajaran keterampilan. Skenario pembelajaran menurut Affandi (2002) menetapkan empat langkah yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan pengkajian, kegiatan penetapan, kegiatan pemantapan hasil belajar, dan tahap evaluasi kemajuan belajar.

PROGRAM LATIHAN SENSOMOTORIK ANAK AUTIS-HIPERAKTIF




A.    Gambaran subyek
1.      Identitas Subyek
*            Nama                                  :           
*            Tempat, Tanggal Lahir        :          
*            Umur                                   :          
*            Jenis kelamin                       :         
*            Jenis kelainan                      :           Autisme ringan disertai hiperaktif
*            Pendidikan                          :           Kelas taman kanak-kanak
di SDLB XX
*            Saat Terjadi Kelainan         :           Post Natal

2.      Kemampuan sensomotorik yang masih dimiliki :
*            Anak mampu melakukan kontak mata
*            Anak mampu dikontrol kegiatannya
*            Anak mampu mengutarakan keinginannya meskipun dengan kalimat sederhana dan kadang sulit untuk dipahami
*            Anak tidak mengalami gangguan pada indera lainnya, baik itu penglihatan, pendengaran, perabaan maupun pencecap.

3.      Gangguan sensomotorik :
*            Anak kurang sensitif terhadap rangsangan dari luar
*            Motorik halus pada penggunaan tangan lemah
*            Daya konsentrasi  dan perhatian anak kurang
*            Koordinasi mata dan tangan anak lemah
*            Gerak reflek kurang

B.     Program latihan sensomotorik
1.      Titian tali dan balok kayu
a.       Tujuan latihan : melatih daya konsentrasi anak, melatih keseimbangan, dan melatih koordinasi mata dan kaki.
b.      Alokasi waktu : 5 menit
c.       Peralatan yang digunakan : seutas tali, papan kayu, batu bata
d.      Langkah pelaksanaan latihan :
Bahan yang digunakan hanya seutas tali, yang diletakkan di lantai memanjang. Anak diminta untuk berdiri dengan baik di depan seutas tali, kemudian disuruh berjalan diatas tali dengan menginjak tali. Pada latihan ini usahakan bisa berjalan lurus diatas tali, dan jika anak mampu melakukannya, tali dapat diubah menjadi bentuk lingkaran atau meliuk-liuk (zig-zag). Tahap selanjutnya, tali dapat dibah menjadi lembar papan atau balok kayu ukuran 4 × 6 cm. Letakkan papan atau balok kayu di atas susunan empat buah batu bata merah sehingga menyerupai sebuah titian. Suruhlah anak berjalan di atas titian balok kayu, mungkin untuk pertama kali anak perlu dibantu dengan digandeng, kemudian usahakan untuk berjalan sendiri tanpa bantuan.
2.      Bermain bola
a.       Tujuan latihan : melatih konsentrasi anak, melatih motorik kasar anak, melatih koordinasi mata dan kaki, melatih kemampuan interaksi sosial anak jika dilakukan secara berkelompok.
b.      Alokasi waktu : 10 menit
c.       Peralatan yang digunakan : bola dan botol plastik
d.      Langkah pelaksanaan pelatihan :
Bermain bola bagi anak autis berbeda dengan bermain bola bagi anak normal, hal ini karena reaksi anak autis tidak secepat anak normal. Anak mulanya diberi bola dan taruh tepat didepan kaki sebelah kanannya, anak kemudian diminta untuk menendang bola tersebut. Jika anak belum mampu menendang, guru bisa membimbing dengan menyentuhkan kaki kanannya ke bola terlebih dahulu kemudian bola itu dicoba untuk ditendang. Latihan ini dilakukan sampai anak benar-benar mengendalikan otot dan fungsi kakinya. Setelah anak terbiasa menendang bola, letakkan bola pada jarak 1- 1½ meter dari kakinya. Taruh botol-botol plastik di kejauhan, anak disuruh menendang bola agar mengenai botol-botol tersebut.
Latihan berikutnya yaitu melempar bola, baik dengan satu maupun dua tangan. Anak disuruh memegang bola tenis dan memperhatikan jajaran botol plastik yang ada didepannya. Kemudian, suruhlah anak melempar sejauh kemampuannya tanpa memfokuskan pada titik tertentu. Jika anak telah dapat melempar dengan baik, lalu arahkan lemparan untuk mengenai sasaran ke arah botol-botol yang disediakan.
3.      Menyusun benda bundar
a.       Tujuan pelatihan : melatih konsentrasi anak, melatih motorik kasar anak, melatih koordinasi mata dengan tangan, pengenalan konsep warna.
b.      Alokasi waktu : 10 menit atau disesuaikan dengan kondisi anak
c.       Langkah pelaksanaan latihan :
Bagi anak autis, permainan menyusun benda bundar sangat sulit, karena anak dituntut untuk mampu mengendalikan gerakan tangan, dan perlu kehati-hatian agar tidak roboh. Secara khusus permainan benda ini bagian tengahnya dilubangi yang akan dipasang tiang. Langkah permainannya, pertama anak memegang benda seperti kue donat yang bagian tengahnya berlubang. Anak memasukkan benda itu pada tiang yang disediakan. Jika anak dapat melakukannya, latihan ditingkatkan dengan benda yang berwarna-warni, sehingga saat memasukkan anak dapat diminta memasukkannya berdasarkan warna.
4.      Mari membentuk
a.       Tujuan latihan : melemaskan otot tangan anak, melatih motorik halus anak, melatih kreativitas anak, melatih koordinasi mata dan tangan.
b.      Alokasi waktu : 5 menit.
c.       Peralatan yang digunakan : plastisin.
d.      Langkah pelaksanaan latihan :
Bahan yang digunakan untuk membentuk sesuatu adalah plastisin atau lilin-lilinan. Biarkan anak membentuk apa saja sesuai keinginannya, tapi mungkin untuk pertama-tama guru perlu membuat satu contoh agar anak bisa mengikuti, setelah anak bisa membentuk sesuai contoh segera minta anak untuk membentuk benda apa saja yang dikenalnya.
5.      Menggunting dan menempel
a.       Tujuan latihan : melatih koordinasi mata dan tangan, melatih motorik halus, melatih daya konsentrasi anak.
b.      Alokasi waktu : 5 menit
c.       Peralatan yang digunakan : kertas pola, gunting, lem

d.      Langkah pelaksanaan latihan :
Kegiatan ini sama halnya dengan anak normal. Tapi bagi anak autis, guru perlu membimbing anak tentang bagaimana caranya memegang dan menggunting. Untuk pertama kali anak melakukan kegiatan ini, guru perlu membantu menggunting benda-benda dan anak yang menempel pada kertas yang telah disediakan. Anak menempel benda-benda berdasarkan bentuk dan warna.
6.      Membuat kalung (meronce)
a.       Tujuan latihan : melatih konsentrasi, melatih koordinasi mata dan tangan, melatih kreativitas anak.
b.      Alokasi waktu : 10 – 15 menit.
c.       Peralatan yang digunakan : Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kalung cukup sederhana, antara lain tali atau benang dan manik-manik.
d.      Langkah pelaksanaan latihan  :  Mungkin memasukkan benang ke lubang manik-manik merupakan hal sulit bagi anak autis. Untuk kegiatan ini, manik-manik bisa diganti dengan kancing yang berlubang besar. Anak memegang kancing satu demi satu, kemudian anak memegang tali dan memasukkan ujung tali pada lubang tutup kancing. Jika anak dapat melakukan hal itu, beri kancing yang bermacam-macam warna sehingga dapat dibuat rangkaian warna tertentu.
7.      Melukis dengan jari
a.       Tujuan latihan : Kegiatan ini dapat membiarkan anak bebas mengekspresikan jiwa kedalam lukisan maupun hanya dengan coretan jari, melatih kreativitas anak, melatih organ motorik kasar terutama tangan, melatih koordinasi mata dan tangan.
b.      Alokasi waktu : 10 menit
c.       Peralatan yang digunakan : Bahan yang digunakan sebagai cat adalah dari pewarna kue. Bahan ini jelas aman dan tidak mengandung racun yang dapat membahayakan anak. Bahan yang diperlukan antara lain air, mangkuk, koran, dan kertas putih.
d.      Langkah pelaksanaan latihan : Buatlah beberapa warna cat dari bahan pewarna kue di mangkuk. Anak mencelupkan satu ujung atau semua jarinya ke dalam mangkuk yang berisi cat. Setelah itu, suruhlah anak untuk menggoreskan jarinya pada kertas yang telah disediakan. Biarkan anak menggores gambar sesuai dengan kreativitas anak.
8.      Bermain puzzle
a.       Tujuan latihan : melatih konsentrasi anak, melatih koordinasi mata dan tangan.
b.      Alokasi waktu : disesuaikan dengan tingkat kesukaran puzzle
c.       Peralatan yang digunakan : puzzle sederhana
d.      Langkah pelaksanaan latihan :
Puzzle bagi anak autis memiliki bentuk yang sederhana dan bisa terdiri dari 2-3 bentuk. Permainan dimulai hanya satu bentuk, sementara dua bentuk lainnya tidak dikeluarkan. Jika anak dapat melakukannya, lanjutkan pada bentuk berikutnya. Kemudian, minta anak untuk membongkar dan mengacak puzzle sendiri, lalu memasangnya. Guru juga dapat menggunakan stopwatch untuk menghitung berapa lama anak menyelesaikan menyusun puzzle secara sempurna. Semakin cepat anak menyusun puzzle semakin baik tingkat kemajuan anak. Lakukan permainan ini dengan puzzle yang berbeda.
9.      Permainan gerak tangan dan kaki
a.       Tujuan latihan : melatih konsentrasi, kecepatan bereaksi atau gerak reflek, melatih koordinasi mata dan tangan, koordinasi mata dan kaki, melatih motorik kasar, kepekaan indra pendengaran, melatih kerjasama atau interaksi sosial jika dilakukan secara berpasangan atau berkelompok.
b.      Alokasi waktu : kurang dari 15 menit
c.       Langkah pelaksanaan latihan :
*      Bertepuk tangan
Dalam permainan ini lantun sebuah syair lagu seperti dibawah ini :
Kalau kau senang hati tepuk tangan (bertepuk tangan 2x)
Kalau kau senang hati tepuk tangan (bertepuk tangan 2x)
Kalau kau senang hati mari kita lakukan
Kalau kau senang hati tepuk tangan (bertepuk tangan 2x)
*      Menghentakkan kaki
Kalau kau senang hati hentak kaki (menghentakkan kaki 2x)
Kalau kau senang hati hentak kaki (menghentakkan kaki 2x)
Kalau kau senang hati mari kita lakukan
Kalau kau senang hati hentak kaki (menghentakkan kaki 2x)
*      Menganggukkan kepala
Kalau kau senang hati angguk kepala (menganggukkan kepala 2x)
Kalau kau senang hati angguk kepala (menganggukkan kepala 2x)
Kalau kau senang hati mari kita lakukan
Kalau kau senang hati angguk kepala (menganggukkan kepala 2x)
*      Menunjukkan anggota tubuh
Kepala (anak diminta untuk memegang kepala)
Pundak (anak diminta untuk memegang pundak)
Lutut kaki, lutut kaki (anak diminta untuk memegang lutut dan kaki)
Kepala, pundak, Lutut kaki . . . lutut kaki.

C.     Evaluasi keberhasilan
Anak dikatakan mampu menyelesaikan latihan itu apabila :
a.       Anak mampu memahami instruksi guru.
b.      Mampu melaksanakan latihan sesuai urutannya.
c.       Mampu berpartisipasi aktif pada setiap alur latihan dengan baik, baik dengan bantuan guru maupun tanpa bantuan guru.
d.      Mampu menjaga konsentrasi untuk tetap fokus pada latihan, mampu mengkoordinasikan antara mata, tangan dan kaki yang menjadi tujuan dari program latihan tersebut.
e.       Mampu mengekspresikan kreativitasnya melalui hasil latihan.
f.       Mampu berinteraksi atau bekerjasama dengan temannya pada program latihan yang dilakukan secara berpasangan maupun berkelompok.
g.      Mampu menyelesaikan latihan sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan.


STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN - SNP



1.      STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 ayat 13 – 15
(13)  Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
(14)  Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
(15)  Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
BAB III STANDAR ISI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1). Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
(2). Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.

Bagian Kedua
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Pasal 6
(1) Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.       Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c.       Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.      Kelompok mata pelajaran estetika;
e.       Kelompok kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
 (2) Kurikulum untuk jenis pendidikan keagamaan formal terdiri atas kelompok mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan.
 (3) Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.
(4)  Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik.
(5)  Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
(6)  Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.

Pasal 7
(1)  Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(2)  Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
(3)  Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/ SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
(4)  Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan/atau teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(5)  Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(6)  Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(7)  Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
(8)  Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/ Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.

Pasal 8
(1)  Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
(2)  Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.
(3)  Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 9
(1)  Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan untuk setiap program studi.
(2)  Kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
(3)  Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi program Sarjana dan Diploma wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan, serta mata kuliah Statistika, dan/atau Matematika.
(4)  Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kedalaman muatan kurikulum pendidikan tinggi diatur oleh perguruan tinggi masing-masing.

2.      BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
BAB II
KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM
A. Kerangka Dasar Kurikulum
1)      Kelompok Mata Pelajaran
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.       kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.      kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c.       kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.      kelompok mata pelajaran estetika;
e.       kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Cakupan setiap kelompok mata pelajaran disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran


No
Kelompok Mata Pelajaran
Cakupan
1.
Agama dan Akhlak Mulia
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2.
Kewarganegaraan dan Kepribadian
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja.
4.
Estetika
Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.
5.
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik
Komponen

Kelas dan Alokasi Waktu

I
II
III
IV, V, dan VI
A. Mata Pelajaran
3
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
3. Bahasa Indonesia
5
4. Matematika
5
5. Ilmu Pengetahuan Alam
4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
3
7. Seni Budaya dan Keterampilan
4
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
4
B. Muatan Lokal
2
C. Program Khusus Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi & Irama
2
D. Pengembangan Diri
2*)
Jumlah:
28
29
30
34
Komponen

Kelas dan Alokasi Waktu

VII
VIII
IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
2
2
2
4. Bahasa Inggris
2
2
2
5. Matematika
3
3
3
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
2
2
2
7. Ilmu Pengetahuan Alam
3
3
3
8. Seni Budaya
2
2
2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
2
2
2
10. Keterampilan Vokasional /Teknologi Informasi dan Komunikasi *)
10
10
10
B. Muatan Lokal
2
2
2
C. Program Khusus Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi & Irama
2
2
2
D. Pengembangan Diri
2**)
2**)
2**)
Jumlah
34
34
34
Komponen

Kelas dan Alokasi Waktu

X
XI
XII
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
2
2
2
4. Bahasa Inggris
2
2
2
5. Matematika
2
2
2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
2
2
2
7. Ilmu Pengetahuan Alam
2
2
2
8. Seni Budaya
2
2
2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
2
10. Keterampilan Vokasional /Teknologi Informasi dan Komunikasi *)
16
16
16
B. Muatan Lokal
2
2
2
C. Program Khusus Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama
-
-
-
D. Pengembangan Diri
2**)
2**)
2**)
Jumlah
36
36
36


No Kelompok Mata Pelajaran Cakupan serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat. Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.

2)      Prinsip Pengembangan Kurikulum
Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
a.       Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b.      Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c.       Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e.       Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f.       Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g.      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)      Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.       Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
b.      Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama  dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
c.        Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
d.      Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
e.       Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
f.       Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
g.      Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus
Struktur Kurikulum dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar kompetensi kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran. Peserta didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, (1) peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dan (2) peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata.
Kurikulum Pendidikan Khusus terdiri atas delapan sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan lokal, program khusus, dan pengembangan diri.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai degan jenis ketunaannya, yaitu program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, dan bina pribadi dan sosial untuk peserta didik tunalaras.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dalam batas-batas tertentu masih dimungkinkan dapat mengikuti kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari.
Peserta didik berkelainan tanpa disertai kemampuan intelektual di bawah rata-rata, yang berkeinginan untuk melanjutkan sampai ke jenjang pendidikan tinggi, semaksimal mungkin didorong untuk dapat mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan umum sejak Sekolah Dasar. Jika peserta didik mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan SDLB, setelah lulus, didorong untuk dapat melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama umum. Bagi mereka yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, setelah menyelesaikan pada jenjang SDLB dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang SMPLB, dan SMALB.
Untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik yang memerlukan pindah jalur pendidikan antar satuan pendidikan yang setara sesuai dengan ketentuan pasal. 12 ayat (1).e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka mekanisme pendidikan bagi peserta didik melalui jalur formal dapat dilukiskan sebagai berikut :
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, struktur kurikulum satuan Pendidikan Khusus dikembangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.      Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebutan Kurikulum SDLB A, B, D, E; SMPLB A , B, D, E; dan SMALB A, B, D, E (A = tunanetra, B = tunarungu, D = tunadaksa ringan, E = tunalaras).
2.      Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebutan Kurikulum SDLB C, C1, D1, G; SMPLB C, C1, D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G. (C = tunagrahita ringan, C1 = tunagrahita sedang, D1 = tunadaksa sedang, G = tunaganda).
3.      Kurikulum satuan pendidikan SDLB A,B,D,E relatif sama dengan kurikulum SD umum. Pada satuan pendidikan SMPLB A,B,D,E dan SMALB A,B,D,E dirancang untuk peserta didik yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang pendidikan tinggi.
4.      Proporsi muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A,B,D,E terdiri atas 60% - 70% aspek akademik dan 40% - 30% berisi aspek keterampilan vokasional. Muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMALB A,B,D,E terdiri atas 40% – 50% aspek akademik dan 60% - 50% aspek keterampilan vokasional.
5.      Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C,C1,D1,G, dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual.
6.      Pembelajaran untuk satuan Pendidikan Khusus SDLB, SMPLB dan SMALB C,C1,D1,G menggunakan pendekatan tematik.
7.      Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran umum SDLB, SMPLB, SMALB A,B,D,E mengacu kepada SK dan KD sekolah umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik, dikembangkan oleh BSNP, sedangkan SK dan KD untuk mata pelajaran Program Khusus, dan Keterampilan dikembangkan oleh satuan Pendidikan Khusus dengan memperhatikan jenjang dan jenis satuan pendidikan.
8.      Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB, SMPLB dan SMALB C,C1,D1,G diserahkan kepada satuan Pendidikan Khusus yang bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan.
9.      Struktur kurikulum pada satuan Pendidikan Khusus SDLB dan SMPLB mengacu pada Struktur Kurikulum SD dan SMP dengan penambahan Program Khusus sesuai jenis kelainan, dengan alokasi waktu 2 jam/minggu. Untuk jenjang SMALB, program khusus bersifat kasuistik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak dihitung sebagai beban belajar.
10.  Program Khusus sesuai jenis kelainan peserta didik meliputi sebagai berikut.
a.       Orientasi dan Mobilitas untuk peserta didik Tunanetra
b.      Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama untuk peserta didik Tunarungu
c.       Bina Diri untuk peserta didik Tunagrahita Ringan dan Sedang
d.      Bina Gerak untuk peserta didik Tunadaksa Ringan
e.       Bina Pribadi dan Sosial untuk peserta didik Tunalaras
f.       Bina Diri dan Bina Gerak untuk peserta didik Tunadaksa Sedang, dan Tunaganda.
11.  Jumlah dan alokasi waktu jam pembelajaran diatur sebagai berikut.
a.       Jumlah jam pembelajaran SDLB A,B,D,E kelas I, II, III berkisar antara 28 – 30 jam pembelajaran/minggu dan 34 jam pembelajaran/minggu untuk kelas IV, V, VI. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SD umum karena ada tambahan mata pelajaran program khusus
b.      Jumlah jam pembelajaran SMPLB A,B,D,E kelas VII, VIII, IX adalah 34 jam/minggu. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SMP umum karena ada penambahan mata pelajaran program khusus
c.       Jumlah jam pembelajaran SMALB A,B,D,E kelas X, XI, XII adalah 36 jam/minggu, sama dengan jumlah jam pembelajaran SMA umum. Program khusus pada jenjang SMALB bersifat fakultatif dan tidak termasuk beban pembelajaran
d.      Jumlah jam pembelajaran SDLB, SMPLB, SMALB C,C1,D1,G sama dengan jumlah jam pembelajaran pada SDLB, SMPLB, SMALB A,B,D,E, tetapi penyajiannya melalui pendekatan tematik
e.       Alokasi per jam pembelajaran untuk SDLB, SMPLB dan SMALB A, B, D, E maupun C,C1,D1,G masing-masing 30’, 35’ dan 40’. Selisih 5 menit dar sekolah reguler disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkelainan.
f.       Satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB dapat menambah maksimum 6 jam pembelajaran/minggu untuk keseluruhan jam pembelajaran, dan 4 jam pembelajaran untuk tingkat SMALB sesuai kebutuhan peserta didik dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
12.  Muatan isi pada setiap mata pelajaran diatur sebagai berikut .
a.       Muatan isi setiap mata pelajaran pada SDLB A,B,D,E pada dasarnya sama dengan SD umum, tetapi karena kelainan dan kebutuhan khususnya, maka diperlukan modifikasi dan/atau penyesuaian secara terbatas
b.       Muatan isi mata pelajaran Program Khusus disusun tersendiri oleh satuan pendidikan
c.       Muatan isi mata pelajaran SMPLB A,B,D,E bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaian dari SMP umum sehingga menjadi sekitar 60% – 70%. Sisanya sekitar 40% - 30% muatan isi kurikulum ditekankan pada bidang keterampilan vokasional
d.      Muatan isi mata pelajaran keterampilan vokasional meliputi tingkat dasar, tingkat terampil dan tingkat mahir. Jenis keterampilan yang akan dikembangkan, diserahkan kepada satuan pendidikan sesuai dengan minat, potensi, kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta kondisi satuan pendidikan.
e.       Muatan isi mata pelajaran untuk SMALB A,B,D,E bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaian dari SMA umum sehingga menjadi sekitar 40% – 50% bidang akademik, dan sekitar 60% – 50% bidang keterampilan vokasional
f.       Muatan kurikulum SDLB, SMPLB, SMALB C,C1,D1,G lebih ditekankan pada kemampuan menolong diri sendiri dan keterampilan sederhana yang memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta didik. Oleh karena itu, proporsi muatan keterampilan vokasional lebih diutamakan
g.      Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. Pengembangan diri terutama ditujukan untuk peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
13.  Struktur Kurikulum SDLB, SMPLB, SMALB A,B,D,E dan C, C1, D1, G disajikan pada tabel 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23 dan 24.
Tabel 11. Struktur Kurikulum SDLB Tunarungu


Tabel 15. Struktur Kurikulum SMPLB Tunarungu


Tabel 19. Struktur Kurikulum SMALB Tunarungu