MAKALAH PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA
PENDIDIKAN
KHUSUS DI SLB NEGERI 1 YOGYAKARTA
Disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus
Disusun Oleh:
Nama : Nur Indah Dilla M
NIM : 10103241031
Kelas : A
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Assalaamualaikum wr.wb.
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan
seluruh kaum muslimin dan muslimat yang senantiasa istikomah mengikuti
petunjuknya.
Berkat rahmat dan pertolongan Allah SWT, penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Asesmen Anak Berkebutuhan
Khusus, untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun
pada khususnya serta pembaca pada umumnya.
Dalam kesempatan ini, tidak lupa pula penyusun
mengucapkan terima kasih atas bantuan, dorongan, pengarahan serta dukungannya
kepada :
1.
ALLAH SWT.
2.
Bapak selaku dosen pembimbing dan
pengampu mata kuliah Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus.
3.
Kepala SLBN 1 Yogyakarta serta segenap
dewan guru.
4.
Orang tua.
5.
Dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu – persatu .
Penyusun menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat konstruktif. Besar harapan makalah ini dapat manfaat bagi
pembaca.
Wassalaamu’alaikum wr.wb.
Yogyakarta, Desember 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
C. Tempat
dan Waktu ................................................................................................2
D. Manfaat
.................................................................................................................2
BAB II KAJIAN
TEORI
A. Pengertian
Asesmen................................................................................................3
B. Pengertian
Anak Tunagrahita..................................................................................8
C. Pengelolaan
Sarana dan Prasarana Pendidikan......................................................17
BAB III PEMBAHASAN
A. Data Sarana dan Prasarana di SLB N 1 Yogyakarta.............................................26
B. Data Prasarana Khusus di SLB N 1 Yogyakarta...................................................31
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN....................................................................................................33
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam UU No 20
tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembaikan adalah ngkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Setiap orang juga berhak mendapatkan pendidikan
yang layak, terlebih lagi bagi anak berkebutuhan khusus. Dengan kondisi mereka
yang berbeda dengan anak normal serta memerlukan pelayanan yang khusus, hal ini
diperlukan berbagai pertimbangan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Adanya pendidikan
khusus diharuskan memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dari anak tersebut. Bagi
anak tunagrahita sendiri, dengan kondisi intelektual yang dibawah rata-rata
anak usianya, diperlukan pendidikan yang khusus. Anak tunagrahita ini dapat
digolongkan menjadi beberapa tingkatan, tunagrahita ringan, sedang dan berat.
Anak tunagrahita tidak bisa menyerap pelajaran seperti anak normal, ia
memerlukan berbagai metode pembelajaran yang khusus. Sehingga setiap guru atau
pendidik juga harus mengetahui potensi- potensi anak dan mengetahui kemampuan
anak.
Setiap proses
pendidikan, terdapat didalamnya beberapa komponen penunjang pendidikan seperti pendidik,
sarana dan prasarana. Sarana prasarana meliputi ruang kelas, ruang asesmen,
ruang konsultasi, ruang keterampilan, ruang guru, ruang perpustakaan, dan juga
media pembelajaran serta lain sebagainya. Sarana dan prasarana khusus ini
diperlukan dalam pembelajaran anak sehari-hari. Guru dan seluruh pihak warga
sekolah juga perlu melakukan pengelolaan semua sarana dan prasarana pendidikan
ini.
B.
Tujuan
Berikut ini merupakan
beberapa tujuan dilakukannya observasi tentang sarana dan prasarana di SLB N 1
Yogyakarta, antara lain:
1.
Memenuhi tugas mata kuliah Asesmen ABK
yang diampu oleh Dr. Haryanto, M.Pd.
2.
Mampu menghimpun informasi tentang Sarana dan
Prasarana pendidikan khusus bagi anak tunagrahita.
3.
Menambah pengetahuan mengenai Anak Berkebutuhan Khusus.
4. Pembaca terutama guru, kepala sekolah, dan pembina
pendidikan di lapangan mengetahui apa saja sarana dan prasarana pendidikan
khusus bagi anak tunagrahita
C.
Tempat
dan Waktu
Tempat : SLB
Negeri 1 Yogyakarta,
Jl Bintaran Tengah No. 3 Yogyakarta
Hari/tanggal : Sabtu,
10 November 2011
Waktu : 08.30
– selesai
D.
Manfaat
Berikut beberapa
manfaat dilakukannya observasi tentang Sarana dan Prasarana Pendidikan Khusus
bagi anak tunagrahita, yaitu:
1. Bagi
penulis, mengetahui bahwa sarana dan prasarana pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus berbeda dengan sarana dan prasarana pendidikan bagi anak
normal.
2. Bagi
pembaca, menambah pengetahuan tentang apa saja saran prasarana dalam pendidikan
anak tunagrahita
3. Bagi
pendidik, untuk mengetahui apa saja sarana dan prasarana dalam pendidikan
khusus, apa fungsinya, serta megetahui bagaimana pengelolaan sarana dan
prasarana tersebut
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Asesmen
Pengertian
asesmen dalam kerangka pendidikan berkebutuhan khusus, dimaksudkan sebagai
usaha untuk memperoleh informasi yang relevan guna membantu seseorang dalam
membuat keputusan. Asesmen menurut kamus Inggris-Indonesia (John M Echols,
Hassan Sadly, 1984:41)artinya penilaian terhadap suatu keaadaan, penilaian
dalam konteks ini adalah evaluasi terhadap kondisi atau keadaan anak-anak
berkebutuhan khusus, jadi bukan penilaian terhadap hasil suatu aktivitas atau
kegiatanpembelajaran di sekolah. Wallace, G & Larsen (1978:7) menegaskan
pula, bahwa asesmen merupakan proses pengumpulan informasi pembelajaran yang
relevan. Asesmen merupakan aktivitas yang amat penting dalam proses
pembelajaran disekolah., untuk itu pelaksanaannya harus dilakukan secara
obyektif dan konprehensif terhadap
kondisi dan kebutuhan anak.
Hasil
yang diperoleh dari asesmen pendidikan akan bermanfaat bagi guru sebagai
peduandalam dua hal pokok, yaitu: merencanakan program dan implementasi program
pembelajaran. Untuk itu dalam upaya perencanaan tujuan dan penentuan sasaran
pembelajaran dan strategi pembelajaran yang tepat, dalamasesmen pendidikan anak
berkebutuhan khusus sangat diperlukan adanya pengumpulan informasi yang relevan
dan komprehensif. Data atau informasi yang diperoleh dalam asesmen ini umumnya
berkenaan dengan tahap pembelajaran, kelemahan dan kecakapanserta hal-hal yang
berkaitan dengan perilaku seorang siswa.
Ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai terkait pelaksanaan asesmen di sekolah,
khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Terkait dengan waktunya Mohammad
Yamin (1995:25) menjelas adanya lima tujuan dilaksanakannya asesmen anak
berkebutuhan khusus, yaitu:
1. Menyaring
kemampuan anak , yaitu untuk mengetahui kemampuan anak pada setiap aspek,
misalnya bagaimana kemampuan bahasa, kognitif, kemampuan gerak atau penyesuaian
diri.
2. Pengklasifikasian,
penempatan, dan penentuan program.
3. Penentuan
arah dan tujuan pendidikan , ini terkait dengan berat ringannya kelainan yang
disandang seorang anak , yang berdampak pada perbedaan tujuan pendidikannya.
4. Pengembangan
program pendidikan individual yang seringdikenal sebagai individualized
educational program, yaitu suatu proses pendidikan yang dirancang khusus secara
individual untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
5. Penentuan
strategi, lingkungan belajar dan evaluasi pembelajaran.
Terdapat beberapa
tehnik atau metode yang dapat dilakukan dalam upaya pelaksanaan asesmen untuk
anak-anak bekebutuhan khususdi sekolah (dasar). Beberapa diantaranya dapat
dijelaskan disini adalah melalui:
1.
Skala Penilaian merupakan alat asesmen
non tes. Disebut non tes karena tidak ada jawaban yang benar dan salah.
Kelamahan skala penilaian adalah mudah bias. Hal ini terjadi karena kaena
penilaian yang salah. Kelebihan skala penilaian adalah lebih cepat
pelaksanaannya, mudah digunakan dibanding alat asesmen lainnya (observasi,
wawancara, tes objekif). (Kerlinger dalam Hargrove & Poteet, 1984)
2.
Wawancara atauinterview untuk memperoleh
informasi dengan sasaran utama orangtua, keluarga, guru di sekolah ataupun
teman sepermainan. Wawancara merupakan percakapanyang bertujuan (Sunberg, dalam
Hargrove & Poteet, 1984). Wancara mudah dipergunakan untuk anak-anak. Hal
ini dikarenakan wawancara bersifat flesibel dan luwes. Kelebihan wawancara
adalah memungkinkan melacak jawaban atau mendapatkan jawaban lebih lanjut.hal
yang perlu diingat dalam wawancara adalah proses komunikasi. Di dalam proses
komunikasi terjadi saling menerima dan meresponsatu sama lain.
3.
Observasi, merupakan pengamatan yang dilakukan
secara seksama terhadap aktivitas belajar siswa. Observasi merupekan teknik
asesmen yan paling tinggi.
4.
Tes formal, sesungguhnya merupakan suatu bentuk tes yang telah distandarkan ,
yang memiliki acuan norma ataupun acuan patokan dengan tolok ukur yang telah
ditetapakan. Tes demikian umumnya dikembangkan secara global, oleh para ahli
dibidangnya. Dalam konteks asesman pendidikan anak bekebutuhan khusus,
sesungguhnya kurang cocok untuk dilakukan, jika dilihat dari tujuannya yang
sangat spesifik, dan mencakup persoalan-persoalan pendidikan yang unik, yang
dihadapi siswa berkebutuhan khusus secara individual.
5. Tes informal, suatu jenis tes yang sangat
bermanfaat dan sangat sesuai untuk memperolehinformasi tentang berberbagai hal
yang berkenaan dengan kompetensi dan kemajuan belajar anak berkebutuhan khusus.
Tes informal umumnya dipersiapkan dan disusun sendiri oleh guru serta digunakan
secara intensif untuk mengetahui kompetensi-kompetensi khusus anak. Dalam kaitannya
dengan asesmen, ada beberapa bentuk yang sering digunakan , yaitu checklist,
tes buatan sendiri ataupun berupa cloze.
6.Penilaian
klinis (clinical judgement) merupakan penilaian berdasarkan pengetahuan,
pengalaman dan data diagnose. Penilaian klinis merupakan penilaian yang benar
dipahami bukan merupakan pikiran yang sembrono (asal-asalan).
B. Pengertian Anak Tunagrahita
a.
Pengertian
Tunagrahita
Pengertian
Tunagrahita menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM
sebagai berikut, anak tuagrahita yang meliputi anak yang memiliki fungsi
intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes, yang
muncul sebelum usia 16 tahun, yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded
sebagai berikut: Fungsi intelektual yang lamban, yaitu IQ 70 kebawah
berdasarkan tes inteligensi yang baku. Kekurangan dalam perilaku adaptif, dan
terjadi pada masa perkembangan antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Tunagrahita
adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan
intelektual dibawah rata-rata. Tunagrahita sering disepadankan dengan
istilah-istilah seperti mental retardation, mentally retarded, mental
deficiency, nmental defective, cacat mental, gangguan intelektual, dan lainnya.
b.
Karakteristik
anak Tunagrahita
Ada beberapa
karakteristik umum tunagrahita, antara lain:
1. Keterbatasan
Inteligensi
Inteligensi
merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan
masalah-masalah dan situasi baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir
abstrak, kreatif sapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan,
mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merancanakan masa
depan. Anak tunagrahita memiliki
kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita
terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan
membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau
cenderung belajar dengan membeo.
2. Keterbatasan
Sosial
Disamping
memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki kesuliatan
dalam mengurus diri sendri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan
bantuan. Anak tunagrahita cenderung
berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua
sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana,
sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah
dipengaruhi dan cenderung melakukan
sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
3. Keterbatasann
Fungsi-fungsi mental lainnya
Anak
tunagrahita memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada
situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila
mengikuti ha-hal yang rutin dan secara konsisten yang dialaminya dari hari ke
hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam
jangka waktu yang lama.
Anak
tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penggunaan bahasa. Mereka bukannya
mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat engolahan (perbendaharaan
kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka
membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan
persamaan harus ditujukan secara berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana
seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua dan
terakhir perlu menggunakan pendekatan yang konkret.
Selain
itu, anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan
antara yang baik dengan yang buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah.
Ini semua karena kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat
membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan.
c.
Klasifikasi
Tunagrahita
Pengelompokkan
tunagrahita pada umumnya didasarkan pada taraf inteligensinya, yang terdiri
dari keterbelakangan ringan, sedang dan berat. Pengelompokkan seperti ini
bersifat artificial karena ketiganya
tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Gradasi dari satu level ke
level berikutnya bersifat kontinuum. Kemampuan inteligensi anak tunagrahita
kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan skala Weshcler (WISC). Pengelompokkan tunagrahita itu sendiri
anatara lain:
1. Tunagrahita
Ringan
Tunagrahita
ringan disebut juga dengan moron atau
debil. Kelompk ini memiliki IQ antara
68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Weshcler (WISC) memiliki IQ antara
69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak yang tergolong tunagrahita
ringan ini masih dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
2. Tunagrahita
Sedang
Anak
tunagrahita sedang disebut juga imbesil.
Kelompok in memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut skala Weshcler
(WISC). Anak terbelakang mental sedang dapat mengurus diri sendiri, melindungi
diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan d jalan raya,
berlindung dari hujan, dan sebagainya.
3. Tunagrahita
Berat
Kelompok
anak tunagrahita berat sering disebut idiot.
Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat
berat. Tunagrahita berat (severe)
memiliki IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan antara 39-25 menurut skala
Weshcler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound)
memiliki IQ dibawah 19 menurut skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut skala
Weshler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang
dari tiga tahun.
d.
Perkembangan
Tunagrahita
v Perkembangan Fisik
Perkembangan
jasmani dan motorik anak tunagrahita tidak secepat perkembangan anak normal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesegaran jasmani anak tunagrahita
memiliki MA 2 tahun sampai dengan 12 tahun ada dalam kategori kurang sekali.
Dengan demikian tingkat kesegaran jasmani anak tunagrahita setingkat lebih
rendah dibandingkan dengan anak normal pada umur yang sama.
Mempelajari
bentuk-bentuk gerak fungsional merupakan dasar bagi semua keterampilan gerak
yang lain. Keterampilan gerak fungsional memberikan dasar-dasar keterampilan
yang diperlukan untuk socio-leisure,
daily living, dan vocational tasks, keterampilan
gerak fundamental sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup anak
tunagrahita. Anak normal dapat belajar keterampilan gerak-gerak fundamental
secara instingtif pada saat bermain, sementara anak tunagrahita perlu dilatih
secara khusus. Karena itu, penting bagi guru untuk memprogramkan
latihan-latihan gerak fundamental dalam pendidikan anak tunagrahita
v Perkembangan Kognitif
Suppes
(1974) menjelaskan bahwa kognidi merupakan bidang yang luas yang meliputi semua
keterampilan akademik yang berhubungan dengan wilayah persepsi. Messen, Conger,
dan Kagan (1974) menjelaskan bahwa kognisi paling sedikit terdiri dari lima
proses, yaitu: persepsi, memori, pemunculan ide-ide, evaluasi dan penalaran.
Dalam
hal ketepatan belajar, anak tunagrahita jauh ketinggalan oleh anak normal.
Untuk mencapai kriteria-kriteria yang dicapai oleh anak normal, anak
tunagrahita lebih banyak memerlukan ulangantentang bahan tersebut. Dalam
kaitannya dengan makna pelajaran, ternyata anak tunagrahita dapat mencapai
prestasi lebih baik dalam tugas-tugas diskriminasi jika mereka melakukannya
dengan pengertian.
Berkenaan
dengan memori, anak tunagrahita berbeda dengan anak normal pada short term memory. Anak tuagrahita
tampaknya tidak berbeda dengan anak normal dalam long term memory, daya
ingatnya sama dengan anak normal. Akan tetapi bukti-bukti menunjukkan anak
tunagrahita berbeda dengan anak normal dalam hal mengingat yang segera (immediate memory).
v Perkembangan Bahasa
Bahasa
didefinisikan oleh Myklebust (1955) sebagai perilaku simbolik mencakup
kemampuan mengikhtisarkan, mengaitkan kata-kata dengan arti, dan menggunakannya
sebagai simbol untuk berpikir dan mengekspresikan ide, maksud dan perasaan.
Secara umum perkembangan bahasa digambarkan meliputi lima tahap perkembangan
antara lain:
a.
Inner language
Inner
language adalah aspek berkembang yang pertama kali berkembang saat usia 6
bulan. Karakteristik pada tahap ini yaitu munculnya konsep-konsep sederhana,
tahap berikutnya adalah anak dapat memahami hubungan-hubungan yang lebih
kompleks dan dapat bermain dengan mainan dalam situasi yang bermakna. Contohnya
menyusun perabot didalam rumah-rumahan.
b. Receptive
language
Receptive
language berkembang pada usia 8 bulan mulai mengerti sedikit-sedikit apa yang
dikatakan orang lain kepadanya. Anak mulai merespon apabila namanya dipanggil
dan mulai sedikit mengerti perintah. Menjelang usia 4 tahun, anak lebih
menguasai kemahiran mendengar dan setelah itu proses penerimaan memberikan
perluasan kepada sistem bahasa verbal. Terdapat hubungan timbal balik antara inter language dengan receptive language.
c. Expressive
language
Aspek
terakhir perkembangan bahasa adalah bahasa ekspresif yang berkembang setelah
pemantapan pemahaman. Bahasa ekspresif muncul pada usia kira-kira satu tahun.
Perkembangan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan kognisi, keduanya
memiliki hubungan timbal balik. Perkembangan kognisi anak tunagrahita mengalami
hambatan, karenanya perkembangan bahasanya juga akan terhambat.
Anak
tunagrahita pada umumnya tidak bisa menggunakan kalimat majemuk, dalam
percakapan sehari-hari banyak menggunakan kalimat tunggal. Ketika anak
tunagrahita dibandingkan dengan anak normal, anak tunagrahita pada umumnya
mengalami gangguan artikulasi, kualitas suara, dan ritme. Selain itu anak
tunagrahita mengalami kelambatan dalam perkembangan bicara.
Perkembangan
vocabulary anak tunagrahita telah
diteliti secara luas. Hasilnya menunjukkan bahwa anak tunagrahita lebih lambat
daripada anak normal (kata per menit), lebih banyak menggunakan kata-kata
positif, lebih sering menggunakan kata-kata yang umum, hampir tidak pernah
menggunakan kata-kata yang bersifat khusus, tidak pernah menggunakan kata
ganti, lebih sering menggunakan kata-kata bentuk tunggal, dan anak tunagrahit
dapat menggunakan kata-kata yang bervariasi.
v Perkembangan Emosi, Penyesuaian
Sosial, Dan Kepribadian
Perkembangan
dorongan dan emosi berkaitan dengan derajat ketunagrahitaan seseorang anak.
Anak tunagrahita berarti tidak dapat menunjukkan dorongan pemeliharaan dirinya
sendiri. Mereka tidak bisa menunjukkan rasa lapar atau haus dan tidak bisa
menghindar dari bahaya. Pada anak tunagrahita sedang, dorongan berkembang lebih
baik, tetapi kehidupan emosinya terbatas pada emosi-emosi sederhana.
Dari
penelitian yang dilakukan oleh Mc Iver dengan menggunakan Children’s Personality Questionare ternyata anak tunagrahita
mempunyai beberapa kekurangan. Anak tunagrahita pria memiliki kekurangan berupa
tidak matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat
dipercaya, impulsif, lancang, dan merusak. Anak tunagrahita wanita mudah
dipenngaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri, dan cenderung
melanggar ketentuan.
e.
Dampak
Ketunagrahitaan
Orang
yang paling banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah orang tua dan
keluarga anak tersebut. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa penanganan anak
tunagrahita merupakan resiko psikiatri keluarga. Perasaan dan tingkah laku
orang tua itu berbeda-beda dan dapat dibagi menjadi :
v Perasaan
melindungi anak secara berlebihan
v Ada
perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan
v Kehilangan
kepercayaan akan mempunyai anak normal
v Terkejut
dan kehilangan kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi untuk mendapat
berita-berita yang lebih baik
v Orang
tua merasa berdosa melahirkan anak yang berkelainan
v Mereka
bingung dan malu, yang mengakibatkan orang tua kurang suka bergaul dengan
tetangga dan lebih suka menyendiri.
f.
Pelayanan
Pendidikan
Anak
tuangrahita dan beberapa anak berkebutuhan khusus lainnya juga memerlukan
layanan pendidikan demi kehidupan mereka di masa depan. Bagi anak tunagrahita,
mereka dapat bersekolah di SLB C yang khusus diperuntukkan bagi mereka. Namun,
banyak dari Sekolah Luar Biasa yang hanya menyediakan pelayanan pendidikan bagi
anak tunagrahita ringan dan sedang. Karena kemampuan inteligensinya terbatas,
maka program pendidikan di sekolah anak mampu didik harus dititik beratkan pada
pendidikan keterampilan dan penyesuian sikap sosial. Selain dapat mengenyam
pendidikan di Sekolah Luar Biasa, anak tunagrahita dapat masuk di sekolah
inklusi bersama anak normal lainnya. Kelebihan dari sekolah inklusi adalah
mampunya anak berinteraksi dengan anak normal, dan anak dengan ketunaan
lainnya. Sehingga, kemampuan sosialnya lebih baik dibanding anak yang
bersekolah di Sekolah Luar Biasa.
C. Sarana dan Prasarana penunjang
Pendidikan dalam Pendidikan Khusus
1. Sarana
dan Prasarana Umum
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif tidak berbeda dengan sarana dan parasarana
yang dibutuhkan di sekolah regular pada umumnya, yaitu:
1. Ruang kelas beserta perlengkapannya
(perabot dan peralatan)
2. Ruang praktikum (laboratorium) beserta
perangkatnya (perabot dan peralatan)
3. Ruang perpustakaan beserta perangkatnya
(perabot dan peralatan)
4. Ruang serbaguna beserta perlengkapannya
(perabot dan peralatan)
5. Ruang BP/BK beserta perlengkapannya
(perabot dan peralatan)
6. Ruang UKS berta perangkatnya (perabot dan
peralatan)
7. Ruang kepala sekolah, guru, dan tata
usaha, beserta perlengkapannya (perabot dan peralatan)
8. Lapangan olahraga, beserta peralatannya
(perabot dan peralatan)
9. Toilet
10. Ruang ibadah, beserta perangkatnya
(perabot dan peralatan)
11. Ruang kantin
12. Ruang sumber (tempat alat bantu belajar
anak berkebutuhan khusus)
2.
Sarana Khusus untuk ABK
(Anak Tunagrahita)
Penentuan sarana khusus untuk setiap jenis kelainan
didasarkan pada skala prioritas artinya mengacu pada kondisi dan kebutuhan
peserta didik.
a.
Alat asesmen
Bervariasinya
tingkat intelegensi dan kognitif anak tunagrahita, menuntut adanya pengelolaan
yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang
dimilikinya. Asesmen pada anak tunagrahita dilakukan untuk mengukur tingkat intelegensi
dan kognitif, baik secara individual maupun kelompok. Alat untuk asesmen anak
tunagrahita dapat digunakan seperti berikut ini:
1)
Tes
Intelegensi WISC-R (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat kecerdasan
seseorang model WISC-R)
2)
Tes
Intelegensi Stanford Binet (alat atau instrumen
isian untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang model Stanford Binet)
3)
Cognitive Ability test (alat atau instrumen isian untuk mengukur
tingkat pengetahuan yang dikuasai)
b. Latihan
Sensori Visual
Tingkat kecerdasan anak tunagrahita bervariasi dari yang
ringan sampai yang berat. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan anak tunagrahita
mengalami kesulitan untuk berpikir abstrak dan mengalami kesulitan dalam
membedakan warna dan mengenali bentuk. Untuk membantu sensori visual anak
tunagrahita dapat menggunakan alat sebagai berikut:
1)
Gradasi
Kubus (bentuk-bentuk kubus dengan ukuran
yang bervariasi untuk melatih kemampuan/pemahaman volume kubus)
2)
Gradasi
Balok 1 (bentuk-bentuk balok dengan ukuran yang bervariasi satu warna)
3)
Gradasi
Balok 2 (bentuk-bentuk balok dengan ukuran yang bervariasi berbagai warna)
4)
Silinder
1 (bentuk-bentuk silinder untuk melatih motorik mata-tangan untuk usia dini)
5)
Silinder
2 (bentuk-bentuk silinder dengan ukuran yang bervariasi )
6)
Silinder
3 (bentuk-bentuk silinder dengan ukuran, warna dan bahan yang bervariasi)
7)
Menara
segitiga (susunan bentuk segi tiga dengan ukuran berurut dari kecil sampai
besar)
8)
Menara
lingkaran (susunan gelang dari diameter kecil sampai besar)
9)
Menara
segi empat (susunan bentuk segi empat dengan ukuran berurut dari kecil sampai
besar)
10) Kotak Silinder (tempat menyimpan
silinder-silinder alat bantu mengajar/belajar)
11) Multi sensori (alat untuk melatih sensori
seperti pemahaman bentuk, ukuran, warna atau klasifikasi objek dan tekstur)
12) Puzzle Binatang (puzle bentuk potongan
gambar binatang)
13) Puzzle Konstruksi (puzle bentuk
konstruksi/rancang bangun sederhana)
14) Puzzle Bola (puzle bentuk potongan
bola/lingkaran)
15) Boks Sortir Warna (alat bantu untuk
melatih persepsi penglihatan melalui diskriminasi warna)
16) Geometri Tiga Dimensi (model-model bentuk
benda beraturan tiga dimensi)
17) Papan Geometri (Roden Set) (papan latih
bentuk beraturan model Roden)
18) Kotak Geometri (Box Shape) (kotak
berpenutup berlubang sesuai bentuk-bentuk beraturan)
19) Konsentrasi Mekanis (alat latih
konsentrasi gerak mekanik)
20) Formmenstockbox
Mit (bentuk-bentuk dan
warna untuk melatih motorik mata-tangan dan konsep ruang)
21) Formmenstockbox
(bentuk-bentuk dan warna
untuk melatih motorik mata-tangan dan konsep ruang)
22) Scheiben-Stepel
Puzzle (bentuk-bentuk dan
warna untuk melatih motorik pergelangan tangan untuk kesiapan menulis)
23) Formstec-Stepel
Puzzle (bentuk-bentuk dan
warna untuk melatih motorik dan konsentrasi)
24) Fadeldreicke (alat untuk melatih ketajaman penglihatan
dan koordinasi mata-tangan)
25) Schmettering
Puzzle (melatih hubungan
ruang dan bentuk dalam kesatuan objek)
26) Puzzle Set (berbagai puzzle untuk
mengembangkan kreativitas, konsep rung dan melatih ingatan)
27) Streckspiel
(alat untuk melatih
ketajaman penglihatan dalam dimensi warna dan ukuran, menyortir dan
mengklasifikasi objel secara seriasi)
28) Geo-Streckbrett
(alat untuk melatih ketajaman penglihatan dan koordinasi mata-tangan)
29) Rogenbugentorte (alat untuk melatih kemampuan
mendiskrinisasi warna dan motorik halus)
c. Latihan Sensori Perabaan
Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk
membedakan dan mengenali bentuk. Untuk membantu sensori perabaan anak
tunagrahita dapat digunakan alat sebagai berikut:
1. Keping Raba 1 (keping-keping benda dengan ukuran dan
tekstur bervariasi)
2. Keping Raba 2 (Gradasi Keping) (keping-keping benda
dengan ukuran dan tekstur/tingkat kehalusan tinggi)
3. Keping Raba 3 (Gradasi Kain) (berbagai kain dengan
tingkat kekasaran/pakan/serat kain yang
bervariasi)
4. Alas Raba (Tactile
footh) (melatih kepekaan kaki pada lantai yang dikasarkan/dilapis lantai
bertekstur kasar)
5.
Fub
and Hand (Siluet tangan dan kaki)
6. Puzzle
Pubtastplatten (plat fuzle
dengan siluet)
7. Tactila (melatih kepekaan perabaan melalui diskriminasi
taktual dan visual)
8. Balance
Labirinth Spirale (alat latih
keseimbangan gerak tangan pada arah yang berbeda berbentuk spiral timbul)
9. Balance
Labirinth Maander (alat latih
keseimbangan gerak tangan pada arah yang berbeda berbentuk segi empat timbul)
d.
Sensori Pengecap dan Perasa
Anak
tunagrahita mengalami kesulitan untuk membedakan rasa dan membedakan aroma/bau.
Untuk itu anak tunagrahita
perlu latihan sensori pengecap dan perasa. Alat yang digunakan melatih sensori pengecap dan
perasa dapat berupa:
a.
Gelas
Rasa (gelas yang berisi cairan/serbuk untuk mengukur tingkat sensitifitas rasa)
b.
Botol
Aroma (botol berisi cairan/serbuk untuk mengukur tingkat sensitifitas bau)
c.
Tactile Perception (untuk mengukur
analisis perabaan)
d. Aesthesiometer (untuk mengukur kemampuan rasa kulit)
e.
Latihan Bina Diri
Anak
tunagrahita mengalami kesulitan untuk merawat diri sendiri. Untuk itu anak
tunagrahita perlu latihan bina diri. Alat yang digunakan latihan bina diri
dapat berupa:
1)
Berpakaian
1 (bentuk kancing)
2)
Berpakaian
2 (bentuk resleting)
3)
Berpakaian
3 (bentuk tali)
4)
Dressing Frame Sets (rangka pemasangan pakaian-kancing,
resleting dan tali dikemas dalam satu bingkai)
5)
Sikat
Gigi
6)
Pasta
Gigi dan lain sebagainya
f.
Konsep dan Simbol Bilangan
Anak
tunagrahita mengalami kesulitan untuk memahami konsep dan simbul bilangan. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan
memahami konsep dan simbul bilangan. Alat yang digunakan melatih konsep dan simbul bilangan dapat berupa:
1)
Keping
Pecahan (peraga bentuk lingkaran menunjukan bagian benda, ½, ¼, 1/3, dst)
2)
Balok Bilangan 1 (alat mengenal prinsip
bilangan basis bilangan satuan)
3)
Balok Bilangan 2 (alat mengenal prinsip
bilangan basis bilangan puluhan)
4)
Geometri Tiga Dimensi (berupa bentuk-bentuk
geometri tiga dimensi yaitu: bulat,
lonjong, segitiga, segiempat, limas, piramid).
5)
Abacus (alat untuk melatih pemahaman konsep
bilangan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan nilai tempat)
6)
Papan
Bilangan (Cukes) (berfungsi untuk melatih kemampuan memahami bilangan dan
dasar-dasar operasi hitung)
7)
Tiang
Bilangan (Seguin Bretter) (papan
bersekat dengan angka puluhan dan nilai tempat, berfungsi melatih kemampuan
memahami bilangan puluhan dan nilai tempat)
8)
Kotak
Bilangan (kotak bersekat dilengkapi angka-angka 1 s.d 10 dengan lubang sekat
50, berfungsi untuk memperkenalkan konsep nilai dan simbol bilangan 1 sampai
dengan 10)
g.
Kreativitas, Daya Pikir dan Konsentrasi
Anak
tunagrahita mengalami kesulitan untuk berkreativitas dan pada daya pikirnya.
Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan memahami kreativitas, daya pikir dan
konsentrasi. Alat yang digunakan dapat berupa:
1)
Tetris
(kotak berisi potongan kayu untuk disusun beraturan sesuai petunjuk gambar
2)
Box
konsentrasi mekanis (alat latih konsentrasi gerak mekanik bentuk kotak/boks)
3)
Fuzle
konstruksi (puzle bentuk konstruksi/rancang bangun sederhana)
4)
Rantai
persegi (mata rantai persegi yang dapat disusun/dirangkai menjadi bentuk
bangun)
5)
Rantai
bulat (mata rantai bulat yang dapat disusun/dirangkai menjadi bentuk bangun
bola)
6)
Lego/Lazi
(potongan-potongan dengan kaki dan kepala yang dapat saling dipasangkan membuat
bangun tertentu)
h.
Alat Pengajaran Bahasa
Anak
tunagrahita mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan berbahasa. Untuk itu
anak tunagrahita perlu latihan berbahasa. Alat yang digunakan melatih berbahasa
dapat berupa:
1)
Alphabet Loweincase (simbol-simbol alphabet/abjad huruf
besar)
2)
Alphabet Fibre Box (melatih membaca permulaan dengan cara
merangkai huruf menjadi kalimat bahan dari fibre)
3)
Pias
Kata (simbol-simbol kata untuk disusun menjadi kalimat)
4)
Pias
Kalimat (pias-pias kata dan kalimat dilengkapi dengan gambar)
i. Latihan Perseptual Motor
Keterbatasan
intelegensi dan kognitif mengakibatkan anak tunagrahita mengalami kesulitan
dalam perseptual motornya. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan perseptual
motor. Alat yang digunakan melatih perseptual motor dapat berupa:
1)
Bak
Pasir (melatih kreativitas bentuk)
2)
Papan
Keseimbangan (papan untuk melatih keseimbangan
3)
tubuh)
4)
Gradasi
Papan Titian (papan untuk melatih keseimbangan
5)
Tubuh
dalam bentuk bertingkat)
6)
Keping
Keseimbangan (tangga bertali-papan berpenopang)
7)
Power Rider (alat untuk melatih kecekatan motorik)
8)
Balancier Zehner (berfungsi melatih keseimbangan gerak tubuh yang
terdiri dari untaian objek bentuk lingkaran)
9)
Balamcierbrett (berfungsi melatih dinamisasi tubuh berbentuk
lingkaran yang diberi torehan melingkar untuk menaruh bola)
10) Balancierwippe (berfungsi melatih keseimbangan tubuh
melalui gerak kaki berbentuk bilah papan yang diberi torehan)
11) Balancier
Steg. (melatih
keseimbangan untuk beberapa anak sekaligus yang terdiri dari bilah-bilah papan
dan balok yang dapat dirubah)
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Instrumen
Kebutuhan Dan Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan Abk
No.
|
SARANA KHUSUS UNTUK ABK
|
Jawaban
|
|
Ada
|
Tidak ada
|
||
1.
|
Anak Tunagrahita/ Anak
Lamban Belajar
|
||
a. Alat Asesmen
|
|||
1) Tes
Intelegensi WISC-R (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat
kecerdasan seseorang model WISC-R)
|
√
|
||
2) Tes
Intelegensi Stanford Binet (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat
kecerdasan seseorang model Stanford Binet)
|
√
|
||
3) Cognitive
Ability test ((alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat pengetahuan
yang dikuasai)
|
√
|
||
b. Latihan Sensori Visual
|
|||
1) Gradasi
Kubus (bentuk-bentuk kubus dengan ukuran yang bervariasi untuk melatih
kemampuan/pemahaman volume kubus)
|
√
|
||
2) Gradasi
Balok 1 (Bentuk-bentuk balok dengan ukuran yang bervariasi satu warna)
|
√
|
||
3) Gradasi
Balok 2 (Bentuk-bentuk balok dengan ukuran yang bervariasi berbagai warna)
|
√
|
||
4) Silinder
1 (bentuk-bentuk silinder untuk melatih motorik mata-tangan untuk usia dini)
|
√
|
||
5) Silinder
2 (bentuk-bentuk silinder dengan ukuran yang bervariasi)
|
√
|
||
6) Silinder
3 (bentuk-bentuk silinder dengan ukuran, warna, dan bahan yang bervariasi)
|
√
|
||
7) Menara
segitiga (susunan bentuk segitiga dengan ukuran berurut dari kecil sampai
besar)
|
√
|
||
8) Menara
lingkaran (susunan gelang dari diameter kecil sampai besar)
|
√
|
||
9) Menara
segi empat (susunan bentuk segi empat dengan ukuran beruntut dari kecil
sampai besar)
|
√
|
||
10) Kotak
silinder (tempat menyimpan silinder-silinder alat bantu mengajar/belajar)
|
√
|
||
11) Multi
sensori (alat untuk melatih sensori seperti pemahaman bentuk, ukuran, warna atau
klasifikasi objek dan tekstur)
|
√
|
||
12) Puzzle
Binatang (puzzle berbentuk potongan gambar binatang)
|
√
|
||
13) Puzzle
Konstruksi (puzzle bentuk konstruksi/rancang bangun sederhana)
|
√
|
||
14) Puzzle
Bola (Puzzle bentuk potongan bola/lingkaran)
|
√
|
||
15) Boks
sortir Warna (alat bant untuk melatih persepsi penglihatan melalui
diskriminasi warna)
|
√
|
||
16) Geometri
tiga dimensi (model-model bentuk benda beraturan tiga dimensi)
|
√
|
||
17) Papan
geometri Roden Set (papan latih
bentuk beraturan model Roden)
|
√
|
||
18) Kotak
Geometri (Box Shape)(kotak berpenutup berlubang sesuai bentuk-bentuk
beraturan)
|
√
|
||
19) Konsentrasi
mekanik (alat latih konsentrasi gerak mekanik)
|
√
|
||
20) Formmenstockbox
Mit (bentuk-bentuk dan warna untuk melatih motorik mata-tangan dan konsep
ruang)
|
√
|
||
21) Formmenstockbox
(bentuk-bentuk dan warna-warna untuk melatih mata-tangan dan konsep ruang)
|
√
|
||
22) Shceiben-Stepel
Puzzle (bentuk-bentuk dan warna-warna untuk melatih motorik pergelangan
tangan untuk kesiapan menulis)
|
√
|
||
23) Formstec-Stepel
Puzzle (bentuk-bentuk dan warna untuk melatih motorik dan konsentrasi)
|
√
|
||
24) Fadeldreicke
(alat untuk melatih ketajaman penglihatan dan koordinasi mata-tangan)
|
√
|
||
25) Schmettering
Puzzle (melatih hubungan ruang dan bentuk dalam kesatuan obyek )
|
√
|
||
26) Puzzle
Set (berbagai puzzle untuk mengembangkan kreativitas, konsep ruang, dan
melatih ingatan)
|
√
|
||
27) Streckspiel
(alat untuk melatih ketajaman penglihatan dalam dimensi warna dan ukuran,
menyortir dan mengklasifikasi objek secara serasi)
|
√
|
||
28) Geo-Streckbrett
(alat untuk melatih ketajaman penglihatan dan koordinasi mata-tangan)
|
√
|
||
29) Rogenbugentorte
(alat untuk melatih kemampuan mendiskriminasi warna dan motorik halus)
|
√
|
||
c. Latihan Sensoi Perabaan
|
|||
1) Keping
raba 1 (keping-keping benda dengan ukuran dan tekstur bervariasi)
|
√
|
||
2) Keping
raba 2 (gradasi keping) (keping-keping benda dengan ukuran dan tekstur/
tingkat kehalsan tinggi)
|
√
|
||
3) Keping
raba 3 (gradasi kain) (berbagai kain dengan tingkat kekasaran/pakan/serat
kain yang bervariasi)
|
√
|
||
4) Alas
raba (Tactile footh) (melatih kepekaan kaki pada lantai yang dikasarkan/
dilapis lantai bertekstur kasar)
|
√
|
||
5) Fub
and Hand (siluet tangan dan kaki)
|
√
|
||
6) Puzzle
Pubtastplatten (plat fuzle dengan siluet)
|
√
|
||
7) Tactile
(melatih kepekaan perabaan melalui diskriminasi taktual dan visual)
|
√
|
||
8) Balance
Labirinth Spirale (alat latih keseimbangan gerak tangan pada arah yang
berbeda dengan bentuk spiral timbul)
|
√
|
||
9) Balance
Labirinth Maander (alat latih keseimbangan gerak tangan pada arah yang
berbeda berbentuk segi empat timbul)
|
√
|
||
d. Sensori pengecap dan perasa
|
|||
1) Gelas
Rasa (gelas yang berisi cairan/serbuk untuk mengukur tingkat sensitifitas
rasa)
|
√
|
||
2) Botol
aroma (botol berisi cairan/serbuk untuk mengukur tingkat sensitifitas bau)
|
√
|
||
3) Tactile
perception (untuk mengukur analisis perabaan)
|
√
|
||
4) Aesthesiometer
(untuk mengukur kemampuan rasa kulit)
|
√
|
||
e. Latihan Bina Diri
|
|||
1) Berpakaian
1 (bentuk kancing)
|
√
|
||
2) Berpakaian
2 (bentuk resleting)
|
√
|
||
3) Berpakaian
3 (bentuk tali)
|
√
|
||
4) Dressing
frame sets (rangka pemasangan pakaian-kancing, resleting dan tali dikemas
dalam satu bingkai)
|
√
|
||
5) Sikat
gigi
|
√
|
||
6) Pasta
gigi ddan lain sebagainya
|
√
|
||
f. Konsep dan simbol bilangan
|
|||
1) Keping
pecahan (peraga bentuk lingkaran menunjukkan bagian benda, , , , dst)
|
√
|
||
2) Balok
bilangan 1 (alat mengenal prinsip bilangan basis bilangan satuan)
|
√
|
||
3) Balok
bilangan 2 (alat mengenal prinsip bilangan basis bilangan puluhan)
|
√
|
||
4) Geometri
tiga dimensi (erupa bentuk-bentuk geometri tiga dimensi yaitu bulat, lonjong,
segitiga, segiempat, limas, piramid)
|
√
|
||
5) Abacus
(alat untuk melatih pemahaman konsep bilangan satuan, puluhan, ratusan,
ribuan dan nilai tempat)
|
√
|
||
6) Papan
bilangan (cukes) (berfungsi untuk melatih kemampuan memahami bilangan dan
dasar-dasar operasi hitung)
|
√
|
||
7) Tiang
bilangan (seguin Bretter) (papan bersekat dengan angka puluhan dan nilai
tempat, berfungsi melatih kemampuan memahami bilangan puluhan dan nilai
tempat)
|
√
|
||
8) Kotak
bilangan (kotak bersekat dilengkapi angka-angka 1 s.d 10 dengan lubang sekat
50, berfungsi untuk memperkenalkan konsep nilai dan simbol bilangan 1 sampai
dengan 10)
|
√
|
||
g. Kreativitas, Daya Pikir dan
Konsentrasi
|
|||
1) Tetris
(kotak berisi potongan kayu untuk disusun beraturan sesuai petunjuk gambar)
|
√
|
||
2) Box
konsentrasi mekanis (alat latih konsentrasi gerak mekanik bentuk kotak/boks)
|
√
|
||
3) Fuzle
konstruksi (puzle bentuk konstruksi / rancang bangun sederhana)
|
√
|
||
4) Rantai
persegi (mata rantai persegi yang dapat disusun/dirangkai menjadi bentuk
bangun)
|
√
|
||
5) Rantai
bulat (mata rantai bulat yang dapat disusun/dirangkai menjadi bentuk bangun
bola)
|
√
|
||
6) Lego/lazi
(potongan-potongan dengan kaki dan kepala yang dapat saling dipasangkan
membuat bangun tertentu)
|
√
|
||
h. Alat pengajaran bahasa
|
|||
1) Alphabet
Loweincase (simbol-simbol alphabet/ abjad huruf besar)
|
√
|
||
2) Alphabet
Fibre Box (melatih membaca permulaan dengan cara merangkai huruf menjadi
kalimat bahan dari fibre)
|
√
|
||
3) Pias
kata (simbol-simbol kata untuk disusun menjadi kalimat)
|
√
|
||
4) Pias
kalimat (pias-pias kata dan kalimat dilengkapi dengan gambar)
|
√
|
||
i.
Latihan
Perseptual Motor
|
|||
1) Bak
pasir (melatih kreativitas bentuk)
|
√
|
||
2) Papan
keseimbangan (papan untuk melatih keseimbangan tubuh)
|
√
|
||
3) Gradasi
papan titian (papan untuk melatih keseimbangan tubuh dalam bentuk meningkat)
|
√
|
||
4) Keping
keseimbangan (tangga bertali-papan berpenopang)
|
√
|
||
5) Power
rider (alat untuk melatih kecekatan motorik)
|
√
|
||
6) Balancier
Zehner (berfungsi melatih keseimbangan gerak tubuh yang terdiri dari untaian
obyek bentuk lingkaran)
|
√
|
||
7) Balamcierbrett
(berfungsi melatih dinamisasi tubuh berbentuk lingkaran yang diberikan
torehan melingkar untuk menaruh bola)
|
√
|
||
8) Balancierwippe
(berfungsi melatih keseimbangan tubuh melalui gerak kaki berbentuk bilah
papan yang diberi torehan)
|
√
|
||
9) Balancier
steg (melatih keseimbangan untuk beberapa anak sekaligus yang terdiri dari
bilah-bilah papan dan balok yang dapat dirubah)
|
√
|
B.
Data Prasarana Khusus di SLB N 1 Yogyakarta
No
|
Prasarana Khusus
|
Jawaban
|
|
Ada
|
Tidak ada
|
||
1
|
Anak Tunagrahita
|
||
Untuk peserta didik
tunanetra diperlukan ruang untuk melaksanakan kegiatan:
|
|||
1.
Asesmen
|
√
|
||
2.
Konsultasi
|
√
|
||
3.
Latihan Sensori
|
√
|
||
4.
Bina diri
|
√
|
||
5.
Remedial Teaching
|
√
|
||
6.
Latihan Perseptual
|
√
|
||
7.
Keterampilan
|
√
|
||
8.
Penyimpanan Alat
|
√
|
Pembahasan
:
1.
Ruang Asesmen : adanya ruang
asesmen yang ditujukan bagi peserta didik di SLB N 1 Yogyakarta ini. Asesmen
dilaksanakan saat anak masuk sekolah pada awal tahun pelajaran untuk mengetahui
apa yang menjadi kebutuhan siswa. Selain itu, adanya asesmen dapat dilakukan
setiap awal semester, maupun saat dibutuhkan. Proses asesmen didukung oleh
beberapa multidisiplin ilmu seperti guru, psikolog, orang tua, dan konselor.
2.
Ruang konsultasi : Ruang konsultasi
biasa digunakan setiap saat dibutuhkan konsultasi oleh orang tua terhadap guru
ataupun psikolog dan konselor. Kasus yang sering dihadapi adalah masalah
prestasi siswa, hubungan antara siswa dengan keluarga dan sekolah, serta
bagaimana perkembangan belajar dan kemajuan siswa. Dalam konsultasi didukung
oleh beberapa multidisiplin ilmu seperti guru, psikolog, orang tua, dan konselor
3.
Latihan Sensori : ruang latihan
sensori ini dapat dilakukan di ruangan khusus dan juga ruang kelas tergantung
pada kebutuhan siswa dan guru dala pembelajaran.
4.
Ruang keterampilan : Ruang
keterampilan di SLB ini dibedakan menjadi ruang keterampilan putra dan putri.
Untuk para siswa, diajarkan tentang bagaimana membuat kerajinan tangan dengan
bahan olah kayu, membuat media
pembelajaran edukatif. Untuk para siswi diajarkan tentang menjahit, merias,
tata boga, membuat kerajinan dari manik-manik dan lain-lain.
5.
Ruang penyimpanan alat-alat : untuk
penyimpanan alat-alat di SLB N 1 Yogyakarta ditempakan di ruang khusus, di
ruang keterampilan, juga di tempatkan di ruang kelas
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Pengertian
asesmen dalam kerangka pendidikan berkebutuhan khusus, dimaksudkan sebagai
usaha untuk memperoleh informasi yang relevan guna membantu seseorang dalam
membuat keputusan. Asesmen menurut kamus Inggris-Indonesia (John M Echols,
Hassan Sadly, 1984:41)artinya penilaian terhadap suatu keaadaan, penilaian
dalam konteks ini adalah evaluasi terhadap kondisi atau keadaan anak-anak
berkebutuhan khusus, jadi bukan penilaian terhadap hasil suatu aktivitas atau
kegiatanpembelajaran di sekolah.
2. Pengertian
Tunagrahita menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM
sebagai berikut, anak tuagrahita yang meliputi anak yang memiliki fungsi
intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes, yang
muncul sebelum usia 16 tahun, yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
3. Sarana
pendidikan khusus di SLB N 1 Yogyakarta termasuk lengkap. Untuk sarana dan
prasarana meliputi Alat asesmen, media pembelajaran latihan sensori visual, media
pembelajaran latihan sensori perabaan,
media pembelajatran sensori pengecap dan perasa, media pembelajaran latihan bina diri, media pembelajaran konsep
dan simbol bilangan, media pembelajaran kreativitas, daya pikir dan
konsentrasi, alat pengajaran bahasa, media pembelajaran latihan perseptual
motor.
4. Ruang
Asesmen : adanya ruang asesmen yang ditujukan bagi peserta didik di SLB N 1
Yogyakarta ini. Asesmen dilaksanakan saat anak masuk sekolah pada awal tahun
pelajaran untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan siswa. Selain itu, adanya
asesmen dapat dilakukan setiap awal semester, maupun saat dibutuhkan. Proses
asesmen didukung oleh beberapa multidisiplin ilmu seperti guru, psikolog, orang
tua, dan konselor.
5. Ruang
konsultasi : Ruang konsultasi biasa digunakan setiap saat dibutuhkan konsultasi
oleh orang tua terhadap guru ataupun psikolog dan konselor. Kasus yang sering
dihadapi adalah masalah prestasi siswa, hubungan antara siswa dengan keluarga
dan sekolah, serta bagaimana perkembangan belajar dan kemajuan siswa. Dalam
konsultasi didukung oleh beberapa multidisiplin ilmu seperti guru, psikolog,
orang tua, dan konselor
6. Latihan
Sensori : ruang latihan sensori ini dapat dilakukan di ruangan khusus dan juga
ruang kelas tergantung pada kebutuhan siswa dan guru dala pembelajaran.
7. Ruang
keterampilan : Ruang keterampilan di SLB ini dibedakan menjadi ruang
keterampilan putra dan putri. Untuk para siswa, diajarkan tentang bagaimana
membuat kerajinan tangan dengan bahan olah kayu, membuat media pembelajaran edukatif. Untuk
para siswi diajarkan tentang menjahit, merias, tata boga, membuat kerajinan
dari manik-manik dan lain-lain. Ruang penyimpanan alat-alat : untuk penyimpanan
alat-alat di SLB N 1 Yogyakarta ditempakan di ruang khusus, di ruang
keterampilan, juga di tempatkan di ruang kelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar