Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Epistimologi dan Logika Pendidikan
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillah
segala puja puji syukur kami panjatkan ke hadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayahnya. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh kaum muslimin
dan muslimat yang setiasa istikomah mengikuti petunjuknya.
Berkat
rahmat dan pertolongan Allah SWT, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Epistimologi
dan Logika Pendidikan, Selain itu juga sebagai media latihan untuk bertanggung
jawab atas tugas yang telah diberikan.
Dalam
kesempatan ini, tidak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih atas bantuan,
dorongan, pengarahan serta dukungannya kepada:
1. Allah
SWT
2. Bapak
Arif Rohman, M.Pd, selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Anak Tunarungu
4. Segenap
teman-teman seperjuangan
5. Seluruh keluarga yang tercinta dan
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penyusun
menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif. Besar
harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Yogyakarta, November 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Manusia
merupakan makhluk yang mempunyai rasa keingintahuan yang
besar terhadap suatu ilmu yang
belum di ketahuinya. Ilmu pengetahuan
sangat bermanfaat bagi manusia dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Sebagai
hewan atau makhluk yang berakal, manusia tidaklah sekedar hidup pasif akan
tetapi ia selalu aktif. Manusia selalu ikut merancang dan mencipta kehidupannya
sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Akal pikiran yang ada dalam manusia
harus dikembangkan secara kreatif dan diasah. Apabila manusia memiliki akal
tapi tidak memiliki tindakan yang sesuai dan benar maka akan mengakibatkan
ketidakseimbangan dalam bersosialisasi di masyarakat.
Manusia
selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh
kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian
yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan
dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada
hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah
formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena
tersebut. Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya
terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan
pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat
itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis.
Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada
kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada
pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum
universal.
Struktur
pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap
kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan
tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur
terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah
pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap
kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur,
khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan
ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat
pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar
terstruktur dengan jelas.
Teori koherensi menjadi dasar dalam pengembangan ilmu deduktif
atau matematik. Nama ilmu deduktif diberikan karena dalam menyelesaikan suatu
masalah atau membuktikan suatu kebenaran tidak didasarkan pada pengalaman atau
hal-hal yang bersifat faktual, melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi atau penjabaran-penjabaran.
Jadi
dalam makalah ini kami akan membahas tentang teori kebenaran dengan lebih
sederhana yang diharapkan pembaca akan memahami makalah yang dibuat oleh
penulis dan memudahkan pembaca dalam menguasai konsep kebenaran serta teori
koherensi.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan kebenaran?
2. Apa
pengertian teori koherensi yang diterapkan?
3. Apa
saja kelebihan dan kelemahan teori koherensi?
C. Tujuan
Makalah
1. Mengetahui
tentang pengertian kebenaran yang telah ada.
2. Memberikan
informasi kepada pembaca tentang teori koherensi.
3. Mengetahui
kelebihan dan kelemahan teori koherensi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KEBENARAN
Kebenaran
merupakan suatu
nilai utama di dalam kehidupan manusia.
Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi
atau martabat kemanusiaan (human dignity)
selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi
:
1. Tingkatan
kebenaran indera merupakan tingkatan
yang paling sederhana dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan
ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera, kemudian diolah
dengan rasio
3. Tingkat
filosofis, rasio dan pikiran
murni, perenungan yang mendalam
mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan
religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati
oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
Manusia selalu mencari kebenaran,
jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat dasarnya terdorong pula untuk
melaksanakan benaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, meskipun tidak ada konflik namun terjadi pertentangan
dalam batin manusia, karena
di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi kebenaran
dalam kehidupannya. Manusia tidak
akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang selalu ditunjukkan oleh
kebenaran. Kebenaran
sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu. Secara umum orang
merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Problematik
mengenai kebenaran merupakan masalah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya
dalam filsafat ilmu.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia
(oleh Purwadarminta), ditemukan arti kebenaran, yaitu:
1. Keadaan
yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya);
2. Sesuatu
yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya);
3. kejujuran,
ketulusan hati;
4. Selalu
izin, perkenanan;
5. Jalan
kebetulan.
Setelah mengetahui definisi dan
pengertian kebenaran. Disini akan dijelaskan mengenai jenis-jenis kebenaran. Kebenaran
dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telah dalam filsafat ilmu, yaitu:
1. Kebenaran
Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia,
2. Kebenaran
Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala
sesuatu yang ada maupun diadakan.
3. Kebenaran
Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat dalam
bahasa.
Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas
dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang
memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang berbeda satu
dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat dari kebenaran. Sifat
kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal, yaitu:
1. Kebenaran
berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang dimiliki dari jenis pengetahuan
yang dibangun. Pengetahuan itu berupa:
a. pengetahuan
biasa atau disebut ordinary knowledge
atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini
memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya terikat pada subjek
yang mengenal
b. pengetahuan ilmiah,
yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan
menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli sejenis.
Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan
hasil penelitian yang penemuan mutakhir.
c.
Pengetahuan filsafat,
yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran
filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analitis,
kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung adalah absolute-intersubjektif.
d. Kebenaran
pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama bersifat
dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan tertentu sehingga pernyataan
dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang
digunakan untuk memahaminya.
2. Kebenaran
dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara seseorang
membangun pengetahuannya. Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh
pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh
pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya. Jadi jika
membangun pengetahuan melalui indera atau sense
experience, maka pembuktiannya harus melalui
indera pula.
3. Kebenaran
dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Membangun pengetahuan
tergantung dari hubungan antara subjek dan objek yang lebih dominan. Jika subjek yang
berperan, maka jenis pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran yang bersifat
subjektif. Sebaliknya, jika objek yang berperan, maka jenis pengetahuannya
mengandung nilai kebenaran yang sifatnya objektif.
Kebenaran dapat
digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Adapun
kebenaran dapat berkaitan dengan :
1. Kualitas
pengetahuan
Artinya
bahwa setiap pengetahuan yang diketahui oleh
seseorang tentang suatu obyek ditinjau dari
pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan tersebut berupa :
a. Pengetahuan
biasa yang sifatnya subyektif
b. Pengetahuan
ilmiah yang bersifat relative
c.
Pengetahuan filasafati
yang sifatnya absolut-intersubyektif
d.
Pengetahuan agama yang
bersifat absolute
2. Karakteristik
cara membangun pengetahuan:
a.
Penginderaan/ sense experience
b. Akal
pikir/ ratio/ intuisi
c. Keyakinan
3. Jenis
pengetahuan menurut kriteria karakteristik:
a. Pengetahuan
indrawi
b. Pengetahuan
akal budi
c. Pengetahuan
intuitif
d. Pengetahuan
kepercayaan/ pengetahuan otoritatif
e. Pengetahuan
lain-lain
4. Ketergantungan terjadinya pengetahuan, artinya bagaimana
hubungan subjek dan objek. Bila yang dominan subjek maka sifatnya subjektif,
sebaliknya bila yang dominan objek maka sifatnya objektif.
B. TEORI
KOHERENSI
Teori
koherensi adalah teori kebenaran sebagai keteguhan hati. Teori koherensi juga
disebut sebagai teori konsistensi. Teori ini dianut oleh beberapa kaum rasionalis seperti Leibniz, Benedictus
Spinoza, Descartes, George Hegel, dsb. Menurut teori ini, kebenaran tidak
ditemukan dalam kesesuaian antara proposisi dengan kenyataan melainkan dalam
relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Maksud dari hal tersebut suatu akan menjadi
suatu pernyataan yang benar jika pernyataan yang lain yang sejenis merupakan
hal yang benar. Maka suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau
hipotesis dianggap benar jika semua
itu memperkuat penemuan sebelumnya yang
dianggap benar. Bagi kaum rasionalis, benar
dan tidaknya pengetahuan diperoleh dari rasional manusia.
Pernyataan
adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan yang terlebih dahulu diterima dan diketahui kebenarannya.
Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis dari suatu proposisi dengan
proposisi sebelumnya. Proposisi atau pernyataan adalah apa yang dinyatakan,
diungkapka pada
rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk dikemukakan. Proposisi menunjukkan
pendirian atau pendapat tentang hubungan antara dua hal dan merupakan gabungan
antara faktor kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang hakikat manusia, baru
dikatakan utuh jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter,
pemahaman dan pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari susunan sifat-sifat manusia
dan hubungan yang
tersembunyi dalam kepribadiannya. Pengetahuan rasional yang berdasarkan logika
tidak hanya terbatas pada kepekaan indera tertentu dan tidak hanya tertuju pada
objek-objek tertentu. Gagasan yang masuk
akal dan positif cenderung untuk menyisihkan
seluruh pemahaman yang didapat secara tiba-tiba.
Pemikiran rasional cenderung bersifat subyektif. Adanya keterkaitan antara
materi dengan non materi, dunia fisik dan non fisik ditolak secara logika.
Apabila kerangka ini digunakan secara luas dan tak terbatas, maka manusia akan
kehilangan cita rasa batiniahnya yang berfungsi pokok untuk menumbuhkan apa
yang diinginkan seluruh manusia yaitu
kebahagiaan.
Matematika
dan ilmu-ilmu pasti lainnya sangat menekankan teori ini.
Menurut para penganut teori ini, mengatakan bahwa suatu pernyataan benar atau salah, adalah mengatakan bahwa itu berkaitan dan meyakinkan pernyataan yang lain atau tidak. Dengan kata lain, pernyataan itu benar jika pernyataan itu cocok dengan sistem pemikiran yang ada. Maka kebenaran sesunguhnya hanya berkaitan dengan implikasi logis dari sistem pemikiran yang ada. Misalnya:
Menurut para penganut teori ini, mengatakan bahwa suatu pernyataan benar atau salah, adalah mengatakan bahwa itu berkaitan dan meyakinkan pernyataan yang lain atau tidak. Dengan kata lain, pernyataan itu benar jika pernyataan itu cocok dengan sistem pemikiran yang ada. Maka kebenaran sesunguhnya hanya berkaitan dengan implikasi logis dari sistem pemikiran yang ada. Misalnya:
(1)
Semua makhluk hidup pasti mati;
(2)
manusia adalah makhluk hidup;
(3)
manusia pasti mati.
Kebenaran (3)
hanya merupakan implikasi logis dari sistem pemikiran yang ada, yaitu (1) Semua
manusia pasti mati, dan (2) Sokrates adalah manusia. Dalam arti ini, kebenaran
(3) sesungguhnya sudah terkandung dalam kebenaran (1). Oleh karena itu, kebenaran
(3) tidak ditentukan apakah dalam kenyataannya Sokrates mati atau tidak. Dalam
menentukan suatu pernyataan benar atau tidak maka dalam menggunakan teori
koherensi mengambil kesimpulan tersebut dengan melihat pernyataan-pernyataan
yang telah ada.
Teori kebenaran sebagai
keteguhan lebih menekankan kebenaran rasional-logis dan juga cara kerja
deduktif. Dalam hal ini berarti, pengetahuan yang benar hanya dideduksikan atau
diturunkan sebagai konsekwensi logis dari pernyataan-pernyataan lain yang sudah
ada, dan yang sudah dianggap benar. Konsekuensinya, kebenaran suatu pernyataan
atau pengetahuan sudah pasti kebenarannya
tanpa perlu dicek dengan kenyataan yang ada. Bagi kaum rasionalis, “Lilin
mendidih jika dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih” sudah merupakan suatu
pengetahuan yang kebenarannya sudah pati.
Sama halnya juga dengan hukum inflasi atau hukum
penawaran dan permintaan. Kedua, dengan demikian teori kebenaran sebagai
keteguhan lebih menekankan kebenaran.
Validasi memperlihatkan apakah
kesimpulan yang mengandung kebenaran tadi memang diperoleh secara valid dari
proposisi lain yang telah diterima sebagai kebenaran. Salah satu kesulitan teori
ini karena kebenaran suatu
pernyataan didasarkan pada kaitannya
dengan pernyataan lain. Kebenarannya ditentukan berdasarkan fakta
apakah pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang lain. Hal ini akan
berlangsung terus sehingga akan terjadi, tidak
bisa dibantah bahwa teori kebenaran sebagai keteguhan ini penting, dalam
kenyataan perlu digabungkan dengan teori kebenaran sebagai kesesuaian dengan
realitas. Dalam situasi tertentu kita
tidak selalu perlu mengecek apakah suatu pernyataan adalah benar, dengan kembalinya pada realitas. Sebagai
perbandingan, kita dapat membuat pembedaan antara kebenaran empiris dan kebenaran
logis sebagai berikut:
·
Kebenaran Empiris:
1. mementingkan
objek
2. menghargai
cara kerja induktif dan aposteriori dan
3. lebih
mengutamakan pengamatan indera.
· Kebenaran
Logis
1. mementingkan subjek;
2. menghargai
cara kerja deduktif dan apriori
3. lebih
mengutamakan penalaran akal budi.
Pentingnya kedua kebenaran ini sangat ditekankan oleh Imanuel kant. Bagi
Kant, baik akal budi maupun panca indera mempunyai peran penting untuk
melahirkan pengetahuan manusia. Karena syarat mutlak bagi adanya pengetahuan
adalah kebenaran, Kant pun sangat menekankan baik kebenaran logis yang
diperoleh melalui penalaran akal budi, maupun kebenaran empiris yang diperoleh
dengan bantuan panca indera yang menunjukkan data-data tertentu. Pentingnya
kedua kebenaran ini saling menunjang terutama agar kita tidak terjebak pada
silogisme dan retorika kosong. Karena seringkali suatu pernyataan sangat benar
dari segi logis, tetapi sama sekali tidak didukung oleh fakta empiris. Banyak
ahli atau pengamat sosial melontarkan pernyataan yang sangat rasional dan sulit
terbantahkan secara logis, namun sama sekali tidak benar karena tidak didukung
fakta. Tetapi sebaliknya pernyataan yang didukung oleh fakta, haruslah bisa
dijelaskan secara rasional (masuk akal) untuk menunjukkan keterkaitannya yang
rasional. Maka, kebenaran ilmiah haruslah memenuhi kedua kriteria yaitu empiris
dan rasional. Teori ini merupakan
suatu usaha pengujian (test) atas
arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap reliable jika kesan yang
berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test
eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain. Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenaran bukanlah didasarkan
atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas
hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada
subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu
realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman
subyek lain. Teori ini dipandang
sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam
penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan. Teori konsisten ini tidaklah
bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat
melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dan kelanjutan yang teliti dan
teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti
kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi. Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar
bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna
pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu
pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan
yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Jika A =
B dan B = C maka A = C Logika
matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini
menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis yang digunakan juga benar.
Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis. Suatu teori
dianggap benar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji.
Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori
lama yang benar, maka teori itu akan gugur.
C.
Kelebihan dan Kelemahan Teori Koherensi
Suatu teori pastilah memiliki kelebihan
dan kelemahan. Kelebihan teori koherensi adalah tidak perlu adanya percobaan
sehingga waktu yang digunakan tidak banyak atau tidak lama dalam menentukan
suatu pernyataan benar atau tidak. Teori koherensi menyatakan suatu pernyataan
benar atau tidak dilihat dari pengalaman atau kebenaran yang telah ada
sebelumnya. Jadi disini teori koherensi menyatakan suatu kebenaran dengan
kebenarab sebelumnya.
Dalam hal ini kelemahan teori koherensi adalah
bahwa baik teorema matematika dan logika
tidak bicara tentang dunia nyata, sehingga kebenarannya hanya kebenaran formal.
Dengan demikin teori koherensi lingkupnya cukup terbatas. Kebenaran mengenai
kenyataan faktual tidak bisa dideduksikan dari sistem aksioma. Sesuatu yang
benar secara koheren, belum tentu ada dalam kenyataan. Seseorang dapat saja
membuat penalaran yang runtut atau menceriterakan suatu kisah yang runtut,
tetapi hanya cerita khayal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebenaran
adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
2. Teori
koherensi adalah teori kebenaran sebagai keteguhan hati. Teori koherensi juga
disebut sebagai teori konsistensi. Teori ini dianut oleh beberapa kaum rasionalis seperti Leibniz, Benedictus
Spinoza, Descartes, George Hegel, dsb. Menurut teori ini, kebenaran tidak
ditemukan dalam kesesuaian antara proposisi dengan kenyataan melainkan dalam
relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada.
3. Kelebihan
teori koherensi adalah tidak perlu adanya percobaan sehingga waktu yang
digunakan tidak banyak atau tidak lama dalam menentukan suatu pernyataan benar
atau tidak. sedangkan kelemahan teori koherensi adalah bahwa baik teorema
matematika dan logika tidak bicara
tentang dunia nyata, sehingga kebenarannya hanya kebenaran formal. Dengan
demikin teori koherensi lingkupnya cukup terbatas.
B. Saran
1. Bagi
Penulis
a. Penulis
sebaiknya memahami teori koherensi yang telah disusun dalam makalah ini.
b. Penulis
diharapkan mampu memaparkan dan menjelaskan teori koherensi di dalam makalah.
c. Diharapkan
untuk memahami dan mendalami semua teori-teori yang ada tidak hanya teori
koherensi saja.
2. Bagi
Pembaca
a. Pembaca
diharapkan mengetahui dan memahami teori koherensi dengan lebih mendalam.
b. Pembaca
diharapkan dapat menerapkan teori koherensi dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2011. Teori Kebenaran Pengetahuan dan Teori Kebenaran Ilmiah (Tugas makul Filsafat Ilmu). Diunduh pada file:///E:/MATA%20KULIAH/ EPILOG% 20PEND /Teori%20 Kebenaran%2coretantintadwi.htm pada tanggal 25 Oktober 2011
Intan, Irawati. 2008 . Teori Kebenaran dalam Pengetahuan.
Diunduh pada file:/// E:/
MATA%20KULIAH/EPILOG%20PEND/berita.php.htm
pada tanggal 25 oktober 2011
Rohman, Arif dkk. 2010. Mengenal
Epistimologi dan Logika Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar