Jumat, 09 Maret 2012

Artikel Sosio-Antropologi Pendidikan


Dinamika Pendidikan di Pedesaan
Sekarang ini dimana sarana prasarana infrastruktur relatif sudah dirasakan manfaatnya bagi masyarakat yang berada di pedesaan secara khusus masyarakat pedesaan yang ada di bumi Kalimantan Tengah, seiring berkembangnya sarana prasarana infrastruktur sungguh membawa angin segar dan sedikit demi sedikit mulai mengikis keterisolasian baik dari segi kultur sosial budaya sampai kepada dunia pendidikan yang ada dilingkungan pedesaan itu sendiri. Bila dilihat dari segi pendidikan, baik dari tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, sampai kepada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yang ada di pedesaan sangat memberi arti yang sangat dalam bagi kehidupan pendidikan bagi masyarakat setempat, bahkan manfaatnya juga biasa dirasakan oleh masyarakat lain yang berada diluar desa tersebut. Sarana dan prasarana pendidikan ini tentunya merupakan kepedulian serius dari Pemerintah dalam upaya mencerdaskan generasi-generasi muda agar dimasa-masa mendatang sumber daya manusia yang dimiliki bumi Isen Mulang mampu bersaing, baik pada skala nasional sampai pada tingkat internasional.
Pendidikan bagi masyarakat adalah mutlak dan wajib, bukan hanya untuk masyarakat perkotaan tetapi juga mutlak bagi masyarakat pedesaan, tidak hanya suatu kewajiban bagi orang-orang berekonomi menengah keatas tetapi juga merupakan tekad bagi masyarakat yang berekonomi lemah untuk merasakan manis pahitnya suatu pendidikan, hanya saja yang nyata terlihat dari segi ekonomi memang terasa perbedaannya, bagi yang berekonomi lemah maka pendidikan dalam suatu keluarga tersebut akan berada pada level-level tertentu saja, dibandingkan mereka yang berekonomi mapan tentunya banyak peluang untuk memperoleh pendidikan pada level-level atas, disamping ekonomi memang banyak faktor juga yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam meraih pendidikannya.
Sarana dan prasarana, kualitas dan kuantitas sampai kepada kesejahteraan adalah bagian dari suatu perbedaan antara pendidikan kota dan pendidikan yang ada di pedesaan, baik yang dirasakan oleh tenaga pedidik sampai kepada orang tua dan siswa itu sendiri. Perbedaan-perbedaan tersebut layaknya seperti dua sisi mata uang yang berbeda tetapi memiliki satu fungsi. Di jaman sekarang ini akankah perbedaan-perbedaan klasik tersebut selalu menjadi penghambat bagi kemajuan suatu pendidikan? Tentunya beragam cara sudah banyak dilakukan untuk meminimalisasikan perbedaan-perbedaan tersebut.
Umumnya yang selalu menjadi penghambat kemajuan pendidikan yang ada di pedesaan adalah :
1.      Kurang tersedianya fasilitas penunjang pembelajaran,
2.      Relatif kurang efektifnya ketercapaian penyampaian suatu materi pembelajaran kepada siswa disebabkan guru memegang lebih dari satu bidang studi mata pelajaran yang diampunya. Dengan bahasa lain, kuantitas guru sangat sedikit sehingga menyebabkan satu orang guru bisa menyampaikan dua sampai tiga mata pelajaran yang berbeda sekaligus dalam seminggu dengan bobot jam mengajar lebih dari standar seharusnya.
3.      Banyaknya jumlah siswa dalam satu ruangan melebihi dari daya tampung kelas,
4.      Tingkat penghargaan yang diterima oleh guru dalam bentuk kesejahteraan terkadang tidak  sesuai dengan pengabdiaannya sehingga bisa menyebabkan menurunnya semangat kerja yang berdampak pada penyampaian materi kepada siswa menjadi sekadarnya saja, sehingga pada akhirnya konsistensi terhadap waktu belajar menjadi menurun,
5.      Kurang terciptanya keharmonisan hubungan sosial antara guru dan siswa, guru dan staf, guru dan atasan sampai kepada guru dan orang tua, hal ini terkadang disebabkan oleh missunderstading atau kurang transparansi terhadap suatu masalah.
Hal-hal tersebut baru sebagian yang merupakan faktor ekternal, sedangkan faktor internal yang juga berpotensi menjadi penghambat suatu kemajuan pendidikan khususnya di pedesaan adalah bila mulai terkikisnya rasa memiliki, tanggung jawab terhadap tugas, dan beban moral baik itu bagi tenaga pendidik sampai kepada anak didik.  Tidak ada rasa memiiki terhadap sekolah berarti tidak mau tahu atau cuek saja dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh sekolah sehingga terkesan sekolah hanya dijadikan sebagai rumah singgah saja dan bukan sebagai wadah untuk menyatukan visi dan misi sekolah, dampak lain yang akan terasa adalah dari sisi tanggung jawab. Orang tua siswa umumnya tidak terlalu banyak tahu tentang aktifitas anaknya selama proses belajar mengajar di sekolah, mereka hanya berasumsi bahwa di sekolah anaknya sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar. Saat-saat seperti itulah tenaga pendidik dituntut untuk memiliki tanggung jawab terhadap aktifitas anak didik selama mengikuti proses pembelajaran di sekolah, dan faktor internal yang ketiga yaitu beban moral. Berhasil tidaknya anak didik tidak lepas dari campur tangan tenaga pendidiknya, bila anak didiknya berhasil tentu menjadi kebanggaan bagi gurunya, secara moral tenaga pendidik itu telah menjalankan amanah orang tua murid dan pemerintah untuk mencerdaskan generasi-generasi muda, sebaliknya jika anak didik itu gagal tentu menjadi bahan koreksi bagi para pengajarnya.
Dalam hal ini dibutuhkan kesepahaman persepsi bukan hanya bagi para pendidik tetapi juga bagi para anak didik. Di pedesaan, sekolah memiliki keanekaragaman kebiasaan dengan kultur aturan yang berbeda-beda, hal ini bisa disebabkan oleh tipikal para anak didik yang bermacam-macam,  bagi yang aktif tentunya memberikan kemudahan bagi para pengajar untuk mengembangkan imajinasi dan kreatifitas anak didik, namun bagi yang pasif membuat para pengajar lebih banyak melakukan proses pembelajaran yang bersifat monolog dan terkesan terpusat pada guru saja.  Dilihat dari sisi pendekatan sosial antara guru dan murid, di pedesaan guru dan murid lebih banyak bersosialisasi bukan hanya dalam proses belajar mengajar di sekolah, tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini dikarenakan letak geografis atau luas suatu wilayah desa tidak seluas wilayah yang ada diperkotaan, sehingga memudahkan guru dan murid selalu berinteraksi. Dan guru selalu bisa melihat dan mengontrol perilaku anak didik dalam kesehariaannya di luar sekolah.
Dalam menghadapi perilaku anak didik yang notabene adalah dari kalangan pedesaan, tentu dalam penyampaian proses belajar mengajar di sekolah sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya lokal setempat, mulai dari gaya berbahasa, bergaul, sampai pada cara anak didik menyerap suatu materi yang disampaikan. Pendekatan yang digunakan tergantung dari para pengajarnya, namanya juga didesa, setelah pulang dari sekolah bisa saja anak didik membantu orang tuanya bekerja sehingga materi-materi yang disampaikan hanya terserap sebatas proses belajar mengajar di sekolah saja, selebihnya mereka lebih banyak berinteraksi dengan lingkungannya masing-masing.  Sejatinya para anak didik, belajar bukan hanya sebatas di sekolah saja, tetapi bagaimana mereka mengulang pelajaran di sekolah itu dirumah atau dengan membuat kelompok-kelompok belajar, bahkan dengan tambahan les atau private lainnya. Di desa hal ini sangat jarang dikembangkan, kasusnya tetap saja sama, yaitu jika pelajaran sekolah usai, selanjutnya adalah waktu untuk membantu ekonomi keluarga, bahkan ada yang memanfaatkan untuk berinteraksi sesama temannya dalam kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran di sekolah.
Beragam dinamika inilah sering membuat para guru yang bertugas di pedesaan dituntut membuat formula pembelajaran yang lebih tepat sasaran dengan tidak mengesampingkan pedoman-pedoman pendidikan yang sudah diatur dan ditetapkan baik oleh pusat maupun pemerintah daerah melalui departemen dan dinas-dinas terkait.  Standarisasi pendidikan yang telah diatur dan ditetapkan, mengharuskan para guru untuk bisa membantu anak didik meraih ketuntasan yang optimal dalam proses pembelajaran walaupun terdapat keterbatasan yang mungkin menghambat proses pembelajaran itu sendiri, namun tetap saja ada jalan keluarnya dalam menghadapi keterbatasan itu dan masing-masing guru dan sekolah memiliki cara tersendiri mengatasinya.
Jika diilustrasikan sekolah itu adalah restorant. Jika di kota, restoran pasti banyak menawarkan menu-menu makanan yang lezat, sementara di desa restoran hanya menawarkan satu menu saja. Dari menu yang ditawarkan sungguh sangat jauh perbedaanya, namun satu yang ingin dicapai oleh kedua restoran itu, yaitu bagaimana orang yang makan di restorannya itu bisa kenyang dan keluar dengan senyuman!?

Komentar :
Pendidikan merupakan hal yang wajib dan mutlak bagi setiap anggota masyarakat. Dengan adanya pendidikan baik di kota maupun di pedesaan bertujuan sama yaitu,  demi tercapainya kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Hanya saja pendidikan di daerah pedesaan lebih tertinggal daripada di daerah kota. pendidikan di daerah perkotaan lebih maju karena adanya tingkat kesadaran tinggi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan sesuai yang tertera pada UUD 1945. Sedangkan untuk di wilayah pedesaan selain kurangnya tingkat kesadaran masyarakat dalam mengenyam pendidikan, juga dipengaruhi oleh tingkat ekonomi masyarakat serta keadaan daerah/wilayah mereka yang jauh dari pusat pemerintahan/pusat kota. Tak hanya itu, di masyarakat pedesaan masih beredar pemikiran bahwa sekolah terutama untuk tingkat menengah atas dan perguruan tinggi membutuhkan biaya tinggi serta hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang kaya.
Fakta yang beredar dilapangan, dalam hal ini di masyarakat pedesaan menyebutkan bahwa penyebab adanya kekurang-majuan pendidikan di pedesaan disebabkan oleh beberapa hal. Lokasi/ wilayah desa tersebut menjadi penyebab utama, dengan susahnya akses untuk penyediaan sarana prasarana serta akses bagi siswa menuju sekolah seperti melewati sungai besar tanpa adanya jembatan. Selain itu, kurangnya staf pengajar yang mau untuk mengabdi di daerah pedesaan dengan mempertimbangkan berbagai alasan, baik itu karena akses sekolah, kurangnya fasilitas, kurangnya tenaga pengajar dan terlalu banyaknya siswa. Faktor terakhir yaitu adanya tingkat pendapatan ekonomi daerah/ desa tersebut sehingga anak lebih memilih bekerja untuk membantu perekonomian keluarga daripada untuk pergi ke sekolah. Jadi, sudah sepantasnya apabila pemerintah harus turun tangan untuk mempermudah akses ke sekolah di desa tersebut. Selain itu mengubah mainset masyarakat pedesaan tentang pentingnya pendidikan serta menyediakan tenaga pengajar yang profesional yang pembelajarannya berpusat pada keaktifan siswa, sehingga tidak terjadi ketimpangan mutu pendidikan di daerah pedesaan dan daerah perkotaan. 

Tidak ada komentar: