Selasa, 25 Oktober 2011

Bentuk-bentuk kesalahan pada Anak Berkesulitan Belajar

 
Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki ganguan satu atau  lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung. Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya dengan lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan dijelaskan dari masing-masing pengertian tersebut.
1.      Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.       Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.       Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.       Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.      Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas, dirasakan bahwa orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang putera/puteri mereka hadapi. Banyak orangtua yang juga bertanya dan bingung tentang pendidikan dan prestasi belajar anak, baik di sekolah maupun dirumah. Bahkan belajar menjadi 4 golongan masalah yang biasanya terjadi pada anak kita. Pada dasarnya seorang anak memiliki 4 masalah besar yang tampak jelas di mata orang tuanya dalam kehidupannya yaitu:
1.      Out of Law / Tidak taat aturan (seperti misalnya, susah belajar, susah menjalankan perintah, dsb)
2.      Bad Habit / Kebiasaan jelek (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka ngambek, dsb.)
3.      Maladjustment/ Penyimpangan perilaku
4.      Pause Playing Delay / Masa bermain yang tertunda
Dysleksia
Disleksia berasal dari bahasa Yunani yang artinya “kesulitan membaca”. Bryan dan Bryan seperti yang dikutip oleh Mercer (1979:200) mendefinisikan disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. Menurut Lerner seperti yang dikutip oleh Mercer (1979:200) defini kesulitan belajar membaca atau disleksia sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan pada fungsi otak.
Adapun ciri-ciri anak yang mengalami dysleksia antara lain:
1.      Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2.      Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
3.      Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4.      Sulit mengeja secara benar. Bahkan mungkin anak akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan.
5.      Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk seperti b – d, u – n, m – n.
6.      Membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya.
7.      Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca.
8.      Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata. Misal, ‘hal’ menjadi ‘lah’, atau ‘kucing duduk di atas kursi’ menjadi ‘kursi duduk di atas kucing’
9.      Rancu dengan kata-kata yang singkat, misalnya ke, dari, dan, jadi.
10.  Bingung menentukan tangan mana yang dipakai untuk menulis.
11.  Lupa mencantunkan huruf besar atau mencantumkannya di tempat yang salah.
12.  Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda baca lainnya.
13.  Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14.  Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Tulisannya tidak stabil, kadang naik, kadang turun.
15.  Menempatkan paragraf secara keliru.
Ada sepuluh tanda-tanda umum yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi dini adanya kesulitan pemprosesan yang akan mempengaruhi kemampuan membaca, yaitu:
  1. Tidak dapat menyebutkan nama-nama huruf atau menyanyikan lagu abjad, terutama jika si anak memiliki kosakata yang baik.
  2. Mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi kata-kata yang dimulai dengan bunyi yang sama dari daftar tertulis, atau tidak dapat membedakan apakah dua kata yang terdiri dari satu suku kata punya bunyi yang sama atau berbeda (misalnya “get” dan “bet” atau “sit” dan “sat”). Anak-anak yang mulai duduk di taman kanak-kanak, seharusnya dapat mengenali bunyi awal dan akhir.
  3. Kesulitan dalam menyebutkan kata yang berima atau mengenali rima
  4. Masalah dalam pengenalan fonologis, yaitu kemampuan mengidentifikasi dan mengurutkan bunyi-bunyi dalam sebuah kata (seperti, jika aku memilih kata “bat” dan aku hilangkan huruf b­-nya, jadi kata apa ya?)
  5. Tidak mengenal nama-nama warna atau bentuk
  6. Memiliki masalah wicara dan artikulasi, khususnya yang melibatkan penggunaan oromotor (kemampuan menggerak otot mulut dan mengatur sekresi seperti air ludah).
  7. Sulit mengingat urut-urutan otomatis seperti angka atau hari-hari dalam seminggu
  8. Masalah yang berkaitan dengan kegiatan motorik halus seperti menggambar lingkaran atau menyalin huruf, atau rangkaian motorik kasar seperti meloncat atau mengendarai sepeda roda tiga.
  9. Sulit mengingat kembali kata-kata khusus (misalnya, menyebutkan nama gambar benda yang sudah dikenal, kecenderungan untuk mengganti kata yang dimaksud dengan kata bermakna serupa tetapi lebih jarang digunakan, atau mengganti dengan kata-kata yang memiliki hubungan semantis, seperti “jeruk” diganti “apel”, “mobil” diganti dengan “truk”).
  10. Kesalahan pengurutan dalam wicara (“kepala” dibaca dengan “kelapa”)
Menurut Ekwall & Shanker 1988 (dalam M.Sodia, A, 1996:6) ada beberapa simtom berkaitan dengan kasus kesulitan belajar membaca berat (disleksia):
  1. Pembalikan huruf dan kata, misalnya membalikan huruf b dengan d; p dengan a, u dengan n; kata kuda dengan daku, palu dengan lupa; tali dengan ilat; satu dengan utas.
  2. Pengingatan pada kata mengalami kesulitan atau tidak menentu (eratik)
  3. Membaca ulang oral (secara lisan) tak bertambah baik setelah menyusul.
  4. Membaca tanpa suara (dalam hati) atau membaca oral (secara lisan) yang pertama.
  5. Ketidaksanggupan menyimpan informasi dalam memori sampai waktu diperlukan.
  6. Kesulitan dalam konsentrasi.
  7. Koordinasi motorik tangan-mata lemah.
  8. Kesulitan pada pengurutan.
  9. Ketaksanggupan bekerja secara tepat.
  10. Penghilangan tentang kata-kata dan frasa.
  11. Kekacauan berkaitan dengan membaca secara lisan (oral) misalnya tak mampu membedakan antara d dan p.
  12. Diskriminasi auditori lemah.
  13. Miskin dalam sintaksis (ilmu tata bahasa), gagap, dan bicara terputus-putus.
  14. Prestasi belajar dalam berhitung tinggi dari pada dalam membaca dan mengeja.
  15. Hyperaktivitas.
Sementara itu Guszak ( dalam M.Sodik A, 1996: 6) mengemukakan ciri-­ciri anak disleksia sebagai berikut:
  1. Membalikan huruf atau kata.
  2. Kesulitan/tak mampu mengingat kata.
  3. Kesulitan/tak mampu menyimpan informasi dalam memori
  4. Sulit berkonsentrasi.
  5. Sulit dalam melihat keterhubungan (relationship).
  6. Impulsif
  7. Sulit melakukan koordinasi tangan-mata.
  8. Sulit dalam segi mengurutkan.
  9. Membaca lambat.
  10. Penanggalan kata, frasa dan sebagainya.
  11. Kekacauan membaca secara oral.
  12. Hyperaktif, dan
  13. Kinerja matematika secara signifikan lebih tinggi dari pada kinerja membaca
Secara spesifik ciri-ciri anak disleksia dalam membaca adalah sebagai berikut:
  1. Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin dengan apa yang ia ucapkan
  2. Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari satu teks ke teks berikutnya.
  3. Melewatkan beberapa suku kata, kata, fase, bahkan baris-baris dalam teks yang dibaca.
  4. Menambahkan kata-kata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca.
  5. Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-huruf lain.
  6. Salah melafalkan kata-kata yang sedang ia baca walaupun kata-kata tersebut sudah akrab.
  7. Mengganti satu katu dengan kata lainnya sekalipun kata yang diganti tidak memiliki arti penting dalam teks yang  dibaca.
  8. Membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti
  9. Mengabaikan tanda-tanda baca
Secara spesifik ciri-ciri anak disleksia ketika belajar menulis (Dysgrapia) adalah sebagai berikut:
  1. Menuliskan huruf-huruf dengan urutan yang salah dalam sebuah kata
  2. Tidak menuliskan sejumlah huruf dalam kata-kata yang ingin ia tulis
  3. Menambahkan huruf-huruf pada kata-kata yang ingin ia tulis
  4. Mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, sekalipun bunyi huruf-huruf tersebut tidak sama
  5. Menuliskan sederet huruf yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan bunyi kata-kata yang ingin dia tuliskan
  6. Mengabaikan tanda-tanda baca yang terdapat dalam teks-teks yang sedang dia baca

Tidak ada komentar: