Salah satu teori yang mengagumkan dan mudah dipahami dalam pembahasan tentang psikologi perkembangan adalah teori Erik Homburger Erikson.
Erikson mengembangkan dua filosofi dasar berkenaan dengan perkembangan, yaitu:
1. dunia bertambah besar seiring dengan diri kita
2. kegagalan bersifat kumulatif
Kedua dasar filosofi inilah yang membentuk teorinya yang terkenal itu.Ia hendak mengatakan bahwa dunia semakin besar seiring dengan perkembangan karena kapasitas persepsi dan kognisi manusia juga mengalami perubahan. Di sisi lain, dalam pengertian Erikson, kegagalan yang terjadi pada sebuah stage perkembangan akan menghambat sebuah proses perkembangan ke stage berikutnya. Kegagalan ini tidak lantas hilang dengan sendirinya, bahkan terakumulasi dalam stage perkembangan berikutnya.
Dari penelitiannya, Erikson yang penganut Freudian (karena menggunakan konsep ego) ini melihat bahwa jalur perkembangan merupakan interaksi antara tubuh (pemrograman biologi genetika), pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh budaya.
Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang sejak kelahiran hingga kematian.
1. Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
Hasil perkembangan ego: trust vs mistrust (percaya vs tidak percaya)
Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan
Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya.Sosok Ibu memainkan peranan terpenting untuk memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada anak, dengan penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak studi tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini.Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.
<!--[endif]-->
<!--[endif]-->
2. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun
Hasil perkembangan ego: autonomy vs shame (otonomi vs rasa malu)
Kekuatan dasar: Pengendalian diri, keberanian, dan kemauan (will)
Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah.Salah satu ketrampilan yant muncul di periode adalah kemampuan berkata TIDAK.Sekalipun tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa percaya dirinya.
Dalam periode ini, hubungan yang signifikan adalah dengan orang tua.
Hasil perkembangan ego: initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah)
Kekuatan dasar: Tujuan
Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain.Anak laki-laki bermain dengan kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga, mobil-mobilan, handphone mainan, tentara mainan untuk bermain peran, dsb.Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering diucapkan seorang anak:”KENAPA?”
Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang berjuang dalam identitas gender-nya yang disebut “oedipal struggle”.Kita sering melihat anak laki-laki yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada sesama anak laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak perempuan sebaya.Kegagalan melalui fase ini menimbulkan perasaan bersalah.
Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan saudara).
4. Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun
Hasil perkembangan ego: Industry vs Inferiority (Industri vs Inferioritas)
Kekuatan dasar: Metode dan kompetensi
Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan dan perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.
Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan penting dalam pembentukan ego ini, sementara orang tua sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas tunggal.
5. Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun
Hasil perkembangan ego: Identity vs Role confusion (identitas vs kebingungan peran)
Kekuatan dasar: devotion and fidelity (kesetiaan dan ketergantungan)
Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang dilakukan untuk saya, sejak stage perkembangan ini perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan. Karena di periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah sangat kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial, dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang terpisah dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila stage ini tidak lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan kekacauan peran.
Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan.Di masa ini, seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak demikian.Wajar bila di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.
Pergaulan menjadi sangat crucial di usia ini, dan sangat menentukan arah masa depan perkembangan kerohanian seseorang kelak. Orang tua perlu mengontrol siapa saja teman anak-anaknya tanpa merasa rikuh, karena tugas orang tua adalah memilihka teman yang bisa membawa anak ke jalan kehidupan yang benar.
6. Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun
Hasil perkembangan ego: Solidarity vs Isolation (Solidaritas vs isolasi)
Kekuatan dasar: affiliation and love (kedekatan dan cinta)
Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta.Hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan persahabatan. Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan ego.
Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.
Menikah adalah pilihan, namun bagi kaum muslim adalah sunnah. Pernikahan yang baik dan berdasarkan ridha Allah akan memberikan ketenteraman.
7. Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun
Hasil perkembangan ego: Generativity vs Self Absorption or Stagnation
Kekuatan dasar: production and care (produksi dan perhatian)
Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga.Selain itu adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.
Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil. Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan generativitas. Jadi di masa ini, kita takut akan ketidak aktifan dan ketidak bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal tujuan berubah, ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan hidup yang baru.Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-absorpsi atau stagnasi.
Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.
Menjadi bagian dari komunitas adalah tuntunan bagi orang Islam, selain untuk amalan hablum minannas juga untuk menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin.
7. Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65tahun hingga mati
Hasil perkembangan ego: Integritas vs Despair (integritas vs keputus asaan)
Kekuatan dasar: wisdom (kebijaksanaan)
Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan merasakan keputus asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang dianutnyalah yang paling benar.
Kematian adalah keniscayaan, dan masa lalu tidak mungkin terulang. Sebuah syair Bimbo menyebutkan, jangan takut mati karena kematian pasti datang, tapi jangan mencari mati dan menyebabkan kematian datang padamu …
source: http://mercusuarku.wordpress.com/2008/08/10/perkembangan-manusia/